Kadin: SWF Indonesia Punya Ruang Besar untuk Danai Infrastruktur
- ANTARA FOTO/Risky Andrianto/foc.
VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia melihat tantangan besar yang harus dihadapi Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia atau Indonesia Investment Authority (INA) untuk membantu pemerintah mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur.
Ketua Komisi Tetap Kebijakan Strategis Infrastruktur Kadin, Mohammed Ali Berawi mengungkapkan, semasa pra Pandemi COVID-19 saja, Indonesia membutuhkan Rp6.000 triliun untuk bisa bersaing menjadi negara maju dan mampu menjadi negara dengan ekonomi terbesar hingga 2045.
"Estimasinya membutuhkan Rp6.000 triliun plus minus bayangkan untuk mencapai cita-cita Indonesia menjadi negara kekuatan ekonomi terbesar 2045 banyak pekerjaan rumah yang kita kerjakan," papar dia dalam diskusi virtual, Rabu, 31 Maret 2021.
Dari sisi infrastruktur tersebut ada dua aspek yang menurutnya harus dibenahi, yakni infrastruktur dasar dan infrastruktur modern. Infrastruktur dasar Indonesia menurutnya masih bermasalah karena model pembangunan dahulu masih belum Indonesia sentris.
"Ini akan boosting kegiatan ekonomi jadi pola pertama generate kegiatan ekonomi yang kedua mempercepat economic growth yang sudah ada kalau saya tilik data di ASEAN mereka nyatakan negara ASEAN butuh US$3,3 triliun untuk membangun infrastruktur sampai 2030," paparnya.
Dengan kebutuhan pembiayaan yang tinggi ini, SWF Indonesia atau INA menurutnya memiliki ruang yang sangat besar untuk mencari pendanaan dalam bentuk investasi secara besar-besaran. Sebab, fiskal pemerintah dan instrumen keuangan yang sudah ada selama ini belum juga mampu memenuhi kebutuhan anggaran.
"Sebelum dilahirkannya SWF, instrumen di Kementerian Keuangan sendiri sudah ada beberapa mulai investasi PT SMI, PT PII, lembaga aset dan sebagainya, stakeholder BUMN maupun untuk investasi kita punya BKPM sehingga harmonisasi dan sinergitas dilakukan teman-teman di SWF," paparnya.
Meski begitu, Ali menilai, tugas INA ke depannya juga tidak hanya mencari pendanaan, melainkan juga harus bisa mengelola infrastruktur yang telah dibiayai berbagai investasi tersebut. Sebab, hasil investasi ini ditekankannya harus memberikan nilai tambah bagi ekonomi dan meningkatkan penerimaan negara.
"Disiplin dan konsistensi untuk melakukan percepatan infrastruktur yang bernilai tambah, kemudian mengolah aset infrastruktur bagaimana aset-aset kita bisa kerja, ini bisa ditingkatkan melalui penciptaan nilai tambah, kemudian muncul guarantee pemerintah dan sharing risk dan burden, penting transparansi, pruden dan akuntabilitas," ucap dia.