OJK: Debitur Besar Perbankan Belum Pulih untuk Terima Kredit
- Repro video Kemenkeu.
VIVA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan bahwa debitur-debitur besar perbankan masih belum siap menerima kucuran kredit. Ini disebabkan masih belum pulihnya perekonomian dan rendahnya permintaan.
Adapun debitur-debitur besar itu disebutkannya adalah industri perhotelan, transportasi seperti pesawat terbang hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mayoritas memiliki kredit besar di perbankan. Mereka, katanya belum butuh banyak modal kerja.
"Bahwa memang debitur-debitur besar belum siap kembali menerima kucuran kredit karena operasinya belum pulih normal," kata Wimboh saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta Selasa, 30 Maret 2021.
Ia mengungkapkan, dari hasil monitor terhadap 200 debitur besar, sejak Maret 2020 hingga Februari 2021 dikatakannya terdapat 116 debitur yang mengalami penurunan baki debet. Rata-rata penurunannya mencapai minus 17,5 persen.
"Terdapat 116 debitur yang mengalami penurunan baki debet dengan rata-rata penurunan minus 17,5 persen. Sedangkan, 10 debitur besar penurunan terbesar total penurunan baki debet Rp107,2 triliun atau menurun 39 persen," tutur dia.
Untuk itu, Wimboh menekankan, perlu ada kebijakan yang diarahkan untuk memulihkan permintaan terhadap sektor-sektor industri ini. Sebab, mereka tidak akan mau untuk menyerap kredit tanpa adanya faktor permintaan.
"Kita harus segera mempercepat men-stimulate demand sehingga debitur besar ini yang merupakan debitur yang related dengan pariwisata, transportasi, auto mobil dan real estate perlu dapat perhatian serius sehingga bisa cepat bangkit," papar Wimboh.
Wimboh mencatat, pada Februari 2021 kredit perbankan terkontraksi sebesar minus 2,15 persen secara tahunan, seiring dengan tingginya tren pelunasan kredit serta belum pulihnya permintaan sektor usaha.Â
"Untuk bank umum swasta nasional dan campuran justru kreditnya mengalami penurunan sebesar minus 5 persen karena segmennya kredit berskala besar untuk UMKM nya lebih rendah dari BUMN," papar Wimboh.