Pemerintah Perlu Edukasi dan Regulasi Dukung Tembakau Alternatif
- Shamieh Law
VIVA – Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantung nikotin, sering kali menghadapi tantangan dalam penerimaan di masyarakat. Padahal, produk ini terbukti memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada, Satria Aji Imawan, mengatakan fenomena itu terjadi karena rendahnya kesadaran masyarakat terhadap potensi yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif.
“Potensi produk tembakau alternatif tidak terlalu menyerap atensi masyarakat, karena absennya kerja sama yang komprehensif antara pemerintah, pakar kesehatan, lembaga swadaya masyarakat, hingga akademisi dalam hal edukasi dan sosialisasi mengenai produk tersebut," jelas Satria dalam keterangannya, dikutip Senin 15 Maret 2021.
Untuk itu, kata Satria, perlu dorongan kerja sama agar aspek edukasi dan sosialisasi terkait produk tembakau alternatif yang berbeda dari rokok dapat dicapai. Sehingga tingkat kesadaran masyarakat akan meningkat dan jadi lebih terbuka.
Selain itu, pengurangan risiko bagi perokok tidak cukup hanya pada inovasi produk semata. Melainkan berharap adanya dukungan pemerintah dalam bentuk perumusan regulasi yang menekankan bahwa produk alternatif tembakau merupakan salah satu terobosan kebijakan yang baru.
“Untuk menekankan inovasi produk alternatif tembakau ini, masyarakat dan pelaku usaha tentunya ingin pemerintah menerbitkan dukungan regulasi. Sehingga, adanya regulasi yang inovatif menunjukkan keseriusan pemerintah di dalam perkembangan teknologi dan pemberian dampak kesehatan yang lebih baik bagi semua pemangku kepentingan,” kata Satria.
Adapun salah satu contoh regulasi yang inovatif adalah regulasi yang dapat menyesuaikan profil risiko dan karakteristik secara spesifik dari suatu produk sehingga tidak semua produk memiliki perlakuan yang sama.
“Pemerintah perlu mempelajari secara mendalam berbagai kajian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif. Basis evidence ini penting bagi para pembuat kebijakan sebagai acuan yang sahih terhadap perumusan regulasi produk alternatif tembakau, sehingga jika dibuat regulasi sama dengan rokok, maka saya rasa bukan langkah yang tepat,” katanya.
Saat ini, regulasi terhadap produk tembakau alternatif baru tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan terkait tarif cukai yang diterbitkan setiap tahun. Dengan demikian, terdapat kekosongan regulasi yang mengatur secara komprehensif atas informasi mengenai produk, tata cara pemasaran dan pengawasan, peringatan kesehatan yang sesuai fakta dan risikonya, hingga pelarangan penggunaan oleh anak di bawah usia 18 tahun.
“Aturan ini berperan sangat penting, terutama tentang pembatasan penggunaan oleh anak-anak. Pemerintah perlu untuk memulai diskusi serius mengenai regulasi produk tembakau alternatif. Jangan sampai produk ini sudah berkembang dengan pesat di masyarakat, tetapi regulasinya belum memadai,” ujar Satria.