Kementan Perkirakan Harga Cabai Rawit Kembali Normal Bulan Depan
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Kementerian Pertanian memperkirakan, harga cabai rawit akan kembali normal pada April 2021. Ini dipicu oleh kembali optimalnya produksi cabai rawit yang dilakukan oleh para petani cabai.
Berdasarkan data Early Warning System (EWS) Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktur Sayuran dan Obat Tommy Nugraha mengatakan, neraca ketersediaan cabai rawit aman hingga Mei mendatang.
"Surplus produksi pada bulan ini diperkirakan sebanyak 12 ribu ton, dan akan meningkat pada bulan April sebanyak 42 ribu ton, serta Mei sebanyak 48 ribu ton," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 12 Maret 2021.
Baca juga: Harga Cabai Rawit Mahal, Kementan Jelaskan Alasannya
Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga cabai, dia mengatakan, akan mendorong petani untuk menerapkan inovasi rainshelter pada penanaman cabai off season, yaitu Juli-Agustus.
Adapun untuk menjaga pasokan cabai di DKI Jakarta sebagai barometer harga komoditas nasional, maka dikatakannya perlu ada buffer stock berupa standing crop di wilayah-wilayah daerah penyangga.
Di samping itu, melakukan kerja sama dengan offtaker yang mampu memindahkan produksi dari daerah-daerah yang surplus produksi ke daerah yang kekurangan produksi.
Para offtaker atau para penjamin pembelian hasil panen petani ini juga diharapkan mampu menyerap produk petani di saat harga jatuh sehingga petani tetap berminat untuk selalu bercocok tanam sepanjang tahun.
Terakhir, dia menekankan, pemerintah akan terus melakukan edukasi ke masyarakat untuk mengkonsumsi cabai olahan, seperti cabai kering, bubuk, pasta, sambal botol atau pun saus sehingga tidak tergantung kepada cabai segar.
Masyarakat juga dapat melakukan pengawetan sendiri pada saat harga cabai sedang murah serta menggerakkan masyarakat rumah tangga untuk dapat bertanam aneka cabai di pekarangan, sehingga tidak terlalu terpengaruh apabila terjadi lonjakan harga cabai di pasaran.
"Dalam mengimplementasikan berbagai upaya tersebut, tentu harus ada sinergi dari berbagai pihak. Tidak hanya pemerintah sebagai pengambil kebijakan, petani sebagai produsen, namun juga perlu peran konsumen. Perlu adanya kerja sama dalam melakukan edukasi terhadap konsumen untuk mengubah pola konsumsinya," tutupnya.