China Bebas Energi Fosil 2060, Indonesia Kapan?

Arifin Tasrif
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Pemerintah belum memiliki target spesifik untuk mengejar penggunaan optimal energi baru dan terbarukan seperti negara-negara lain. Khususnya target untuk bisa terlepas dari energi fosil seperti bahan bakar minyak.

8 Rekomendasi IAGL–ITB untuk Kemandirian Energi, Dany Amrul Dorong Peran Penting Kampus

Hal ini diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat menjadi pembicara dalam Webinar bertajuk Future Energy Tech and Innovation Forum 2021.

Kata dia, Pemerintah memang belum memiliki target seperti Eropa yang menyatakan bisa bebas dari energi fosil pada 2040, Jepang pada 2050 dan China pada 2060. Namun, strategi untuk mengarah ke sana sedang disusun.

Tameng Ubah Desa di Malang Ini Jadi Pusat Hortikultura Modern

"Ada statement target bahwa Eropa tahun 2040 akan bebas dari pemakaian energi fosil, Jepang 2050, China 2060. Mereka sudah betul-betul merasa bisa rely kepada energi baru dan terbarukan. Kita juga harus segera, kita susun strategis mengarah ke sana," Ujar Arifin, Senin 8 Maret 2021.

Baca juga: Smelter Nikel Proyek Strategis Nasional di Kolaka Rampung 2024

Mengungkap Potensi Besar Energi Bersih di Indonesia

Meski demikian, dia mengaku telah memasang target untuk Indonesia pada 2050 memiliki kapasitas penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 31 persen. Jumlah itu dari total keseluruhan penggunaan energi yang saat ini mayoritas energi fosil. 

"Tapi saya yakin kita akan lebih besar dari ini. Kita punya enggak sumbernya? Di Sumatera ada sumber mataharinya, Jawa berapa? berapa sumber air geothermal? ini sudah dipetakan. Kita mulai ada petanya dan sedang kita detilkan potensinya," ucap Arifin.

Dengan adanya target-target yang dipasang negara-negara tersebut, Arifin menganggap bahwa kompetisi untuk mendapatkan investasi di proyek-proyek energi baru dan terbarukan akan menjadi kuat. Akibatnya proses pendanaan akan terpengaruh.

"Nanti yang akan menjadi kompetisi adalah masalah pendanaan-pendanaan karena untuk merealisasikan proyek energi bar dan terbarukan ini dengan skala besar tentu butuh biaya tinggi. Kompetisi ini harus kita antisipasi," tegasnya.

Di samping itu, Indonesia dikatakannya meski memiliki sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, hidro, geothermal hingga biomassa harus menghadapi lokasi energi yang pada umumnya di daerah-daerah yang jauh dari pusat industri.

"Lokasi-lokasinya ini umumnya pada daerah-daerah yang jauh. Untuk itu perlu adanya dukungan sarana antara lain sarana jaringan yang harus kita siapkan. Tapi, ini adalah satu keharusan yang memang harus kita lakukan tahun-tahun ke depan," ucap dia.

Selain itu, dia melanjutkan, saat ini pemerintah juga sedang melaksanakan program tambahan listrik 35 ribu megawatt. Proyek ini meski akan memberikan potensi sumber energi baru dan terbarukan tapi juga bisa menjadi bumerang.

"Nah kalau ini diselesaikan ditambah adanya faktor kelambatan penyerapan energi, perlambatan ekonomi disebabkan pandemi, maka kelebihan ini jadi tantangan kita, sebagai bottleneck energi bersih bisa masuk. Tapi kita sedang siasati," papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya