Analisa Arcandra Tahar Soal Tesla Pilih Bangun Pabrik di India

Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Mantan wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyampaikan analisanya terkait batalnya pabrikan kendaraan listrik Tesla, yang lebih memilih India jadi tempat membangun pabrik kendaraan yang diproduksinya ketimbang Indonesia. 

5 Investasi Favorit Gen Z dan Milenial, Ada Properti Hingga Kripto

Alasan utamanya menurut Arcandra, tak lepas dari pertimbangan tesla mengapa membangun manufacturing plant dan technology centre-nya di Silicon Valley, Amerika Serikat. Yakni karena, sumber daya manusia yang sangat terampil di bidang informasi dan teknologi (IT), technology chips yang mutakhir, dan venture capitalist (pemodal) yang berani mendanai proyek startup yang berisiko tinggi.

Jadi dia menjabarkan, jika memang Tesla ingin mengembangkan technology centre-nya di luar Amerika Serikat (AS), Arcandra menilai Tesla akan mencari kota yang ekosistemnya mendekati apa yang ditawarkan oleh Silicon Valley. 

Orang Kaya Gabut, Pemilik Tesla Ini Pilih Jadi Sopir Taksi Online

"Dua kota di dunia yang yang mendekati persyaratan ini adalah Tel Aviv di Israel dan Bangalore di India," kata Arcandra, dalam akun Instagram-nya, yang dikutip Selasa 2 Maret 2021.

Baca juga: Insentif Pajak Mobil Baru dan Rumah Dianggarkan Hampir Rp8 Triliun

Tesla dan BYD Berebut Dominasi di Industri Kendaraan Listrik Global

Sebelum Tesla memutuskan untuk membuka technology centre di Bangalore, kata Arcandra, perusahaan otomotif seperti Mercedes-Benz, Great Wall Motors, General Motors, Continental, Mahindra & Mahindra, Bosch, Delphi and Volvo sudah lebih dulu berada di kota ini. 

Selain perusahaan-perusahaan yang cukup mapan ini, banyak startup EV yang bermunculan di Bangalore. Karena kota itu telah memiliki ekosistem yang sudah terbangun dengan baik.

"Selain Bangalore di India, Israel juga punya ekosistem seperti Silicon Valley di California yang diberi nama Silicon Wadi. Inilah salah satu kota tempat berkumpulnya talenta-talenta terbaik di bidang IT di dunia," ungkapnya. 

"Perusahaan seperti Intel, IBM, Google, Facebook, Hewlett-Packard, Philips, Cisco Systems, Oracle Corporation, SAP, BMC Software, Microsoft, dan Motorola mendirikan technology centre-nya di kota ini," ujar Arcandra.

Arcandra menambahkan, untuk membangun daya tarik investor, Tel Aviv dan Bangalore memulainya dengan keunggulan di bidang sumber daya manusia. Teknologi IT yang berkembang dan masuknya para pemodal adalah hasil dari kerja keras para talenta yang berkualitas tinggi.

"Mereka bisa membuktikan bahwa hasil kerja mereka tidak kalah dari talenta yang berasal dari AS. Kepercayaan ini tidak dibangun dalam hitungan bulan tapi puluhan tahun," ujarnya.

Arcandra menduga ada beberapa alasan Tesla memilih Bangalore daripada Tel Aviv sebagai pusat pengembangannya di luar Amerika. Dengan mendahulukan Bangalore, Tesla tidak saja mendapatkan ekositem IT terbaik tapi juga bisa mendapatkan akses pasar yang sangat besar.
 
Mengingat, India adalah negara dengan jumlah penjualan mobil ke-empat terbesar di dunia setelah China, AS dan Jepang. Kedua, biaya tenaga kerja yang lebih murah dibandingkan dengan Tel Aviv. 

"Biaya hidup di Tel Aviv sekitar 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Bangalore. Rata-rata gaji pegawai juga 3 kali lebih tinggi di Tel Aviv. Biaya hidup di Tel Aviv lebih tinggi dari London, Sydney, dan Berlin. Biaya hidup di Bangalore bahkan lebih rendah dari Jakarta," ujarnya.

Arcandra juga mengatakan, tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh jaringan dua negara ini, yakni India dan Israel, sangat kuat. Banyak CEO di bidang IT keturunan India dan banyak pemilik modal keturunan Israel.

Kesimpulannya menurut Acandra, keputusan investasi Tesla yang memilih India tentu bisa menjadi pembelajaran. Bahwa seluruh negara kini terus berlomba memberikan daya tarik kepada investor. 

Indonesia tegasnya tak perlu khawatir. Sebab memiliki sumber daya alam yang luar biasa dan potensi sumber daya manusia yang tidak kalah di dunia. 

"Tapi memastikan bahwa kedua aset strategis itu bisa membentuk sebuah ekosistem yang memberikan daya tarik bagi investor, tentu menjadi tantangan yang tidak mudah dibangun dalam sekejap. Insya Allah," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya