Kemenkeu Ringankan Penyelesaian Piutang Negara saat Pandemi
- Kemenkeu.go.id
VIVA – Pemerintah menerapkan kebijakan keringanan penyelesaian piutang negara selama Pandemi COVID-19. Kebijakan ini diinisiasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan.
Pemberian keringanan penyelesaian piutang ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 yang berlaku sejak 9 Desember 2020. Kebijakan ini dinamakan Crash Program.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata menjelaskan, kebijakan ini merupakan bentuk terobosan pemerintah untuk membantu mempermudah mereka yang memiliki komitmen membayar utangnya ke pemerintah.
"Kita ingin membantu mereka yang punya itikad baik untuk selesaikan kewajibannya tapi karena kendala pandemi COVID yang membuat mereka mengalami kesulitan," tegas dia, Jumat, 26 Februari 2021.
Baca juga: Jejak Tan Kian, Bos Pacific Place yang Dibidik di Kasus Asabri
Adapun jenis Crash Program ini berupa keringanan dan moratorium. Objek yang bisa mendapat keringanan berupa debitur UMKM sampai dengan Rp5 miliar serta debitur KPR sederhana dan sangat sederhana.
Selain itu juga terhadap debitur selain UMKM dan KPR sampai dengan Rp1 miliar serta mereka-mereka yang piutangnya sudah diserahkan pengurusannya kepada PUPN paling lambat 31 Desember 2020.
"Kita akan coba berikan solusi alternatif supaya mereka bisa selesaikan kewajibannya dan mulai kegiatan baru dengan hati yang lebih tenang pikiran lebih jernih untuk bisa cari pembiayaan baru," tutur dia.
Sebagai pengecualian, piutang yang tidak mendapat keringanan diantaranya piutang tuntutan ganti rugi, piutang yang berasal dari bank dalam likuidasi, piutang ikatan dinas serta yang dengan jaminan berupa asuransi, surety bond atau bank garansi.
Bagi piutang yang didukung barang jaminan berupa tanah bangunan mendapat keringanan bunga denda dan ongkos sebesar 100 persen dengan pokok utang mencapai 35 persen.
Ini akan mendapat tambahan keringanan pokok 50 persen jika para pemilih utang negara mampu membayarkan kewajibannya lebih cepat sampai dengan Juni, 30 persen Juli-September dan 20 persen Oktober-Desember.
Sedangkan yang tidak didukung barang jaminan berupa tanah bangunan diberikan keringanan bunga, denda dan ongkos sebesar 100 persen dan pokok utang 60 persen dengan besaran tambahan seperti sebelumnya.
Adapun yang diberikan keringanan dalam bentuk moratorium, ditegaskannya berupa tidak adanya penagihan utang mereka terhadap negara sampai dengan status kebencanaan COVID-19 dicabut pemerintah.