Pelibatan Masyarakat Terkait Amdal dalam UU Cipta Kerja Disoroti

Ilustrasi Limbah B3
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rizky Andrianto

VIVA – Sejak disahkan pada 5 Oktober 2020, lalu UU Cipta Kerja menuai banyak pro dan kontra di ranah publik. Yang menjadi sorotan antara lain mengenai lingkungan.

Sidak TPA Muara Fajar, Menteri LH Tegaskan Pemda Harus Gercep Tangani Masalah Sampah

UU itu pun disebut memiliki banyak dampak negatif bagi lingkungan dan keanekaragaman hayati. Karena itu, implementasinya perlu diatur secara hati-hati melalui aturan pelaksananya.

Merespons hal tersebut, Tim Serap Aspirasi Lingkungan Hidup, Budi Mulyanto mengatakan hal itulah mengapa ada 44 aturan pelaksana UU Cipta Kerja. Masukan dan aspirasi dari masyarakat sangat penting dan jadi bahan pertimbangan dalam merumuskan 40 Rancangan Peraturan Pemerintah dan 4 Rancangan Peraturan Presiden tersebut.

Membangun Kota Hijau, Peran ESG dalam Perencanaan Properti

Baca juga: Harga Kedelai Meroket, Pengusaha Tahu Tempe di Medan Pilih Mogok

"Masukan dan aspirasi masyarakat kita coba analisis, kualifikasikan, dan pertimbangkan. Ada yang diterima penuh, ada juga yang ditolak, tapi aspirasi sangat penting untuk improvement RPP yang ada," ujar Budi dalam webinar bertema tema 'Aturan Turunan UU Cipta Kerja' Rabu 10 Januari 2021.

Indonesia dan Tantangan Emisi Karbon, Mengapa Kita Harus Peduli?

Smenentara itu, Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ari Sujianto memaparkan, Peraturan Pemerintah yang diganti merupakan izin lingkungan, pengelolaan kualitas dan pencemaran air, udara, hingga Limbah B3. Maka izin usaha tidak memasukkan persyaratan lingkungan, namun telah tercantum dalam izin lingkungan.

"Pada saat analisis dampak lingkungan, itu melibatkan uji kelayakan. Tidak dengan mengurangi kualitas lingkungan, mengalihkan beban. Serta tetap menjaga standar, integrasi, dan pemahaman konsep," ucap Ari.
 
Ari pun menegaskan, dalam implementasinya UU Cipta Kerja tidak menghilangkan pelibatan masyarakat dalam penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Pelibatan masyarakat akan dilakukan secara proporsional.

“UU Ciptaker memberikan perhatian lebih terhadap kepentingan masyarakat yang terkena dampak langsung dari rencana usaha oleh pemrakarsa kegiatan. Dengan, tetap membuka ruang bagi pemerhati lingkungan dan LSM pembina masyarakat terkena dampak,” ujarnya.

Lebih lanjut menurut Ari, pengaturan pelibatan masyarakat di luar masyarakat terkena dampak langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Tim Uji Kelayakan (TUK). Dalam UU Cipta Kerja, penyusunan Amdal akan melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dan LSM pembina langsung masyarakat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Nasional Nur Hidayati berpendapat, masih ada keputusan dalam UU Cipta Kerja yang tidak melalui partisipasi masyarakat. Hal itu dikhawatirkan membuat dampak pada lingkungan di mana masyarakat tinggal. 

"Kami bisa mengatakan bahwa proses partisipasi itu sangat rendah, non participant karena tidak ada keterlibatan masyarakat, hanya ada pada yang memiliki kepentingan atau substansi," ungkapnya. 

Hal senada disampaikan Andri G. Wibisana, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Menurut dia, pemerintah kurang mengontrol izin lingkungan dalam UU Cipta Kerja. Karena itu, implementasinya perlu terus disoroti.

"Izin dalam bidang lingkungan itu penting untuk mengontrol eksternalitas. Jadi izin lingkungan lebih penting dibanding izin usaha," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya