Jualan Minyak Sepi, Pertamina Lirik Bisnis Listrik

Dirut Pertamina Nicke Widyawati
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – PT Pertamina memastikan, tengah melakukan persiapan untuk menghadapi perubahan konsumsi terhadap energi global. Caranya, dengan menjalankan inisiatif strategis pengembangan energi hijau salah satunya listrik.

Ahli ITB Sebut Pertamax Bukan Penyebab Kerusakan Kendaraan yang Viral di Cibinong

Mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Pertamina dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) menetapkan program transisi hijau atau green transition pada 2035.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan langkah dan inisiatif strategis yang dilakukan Pertamina saat ini sejalan dengan agenda perusahaan minyak dan gas dunia, akibat turun tajamnya permintaan minyak.

Hasil Uji Lab BBM Pertamax yang Viral Dituding Bikin Rusak Mobil

Nicke menyebutkan, itu tergambar dari perkiraan permintaan dan konsumsi minyak dunia yang akan turun dari rata-rata permintaan 110 juta barel per hari menjadi sekitar 65-73 juta barel per hari.

Baca juga: Gaji Rp6 Jutaan Bisa Dapat Subsidi KPR Rp40 Juta, Begini Caranya

Pertamina Investigasi Viralnya Mobil-mobil Alami Kerusakan Diduga Pakai Pertamax

Saat ini, penurunan permintaan minyak dunia telah mencapai 35 persen, dan diperkirakan pada 2035 akan menjadi 24 persen. Sebaliknya, kebutuhan energi terbarukan meningkat hingga 30 persen.

"Dengan dasar ini, Pertamina melakukan transisi dengan perubahan global. Kami melihat bagaimana  international oil company lain juga merespons ini," kata Nicke dikutip dari keterangannya, Rabu 3 Februari 2021.

Nicke mengungkapkan, agenda strategi pertama mengembangkan energi listrik dengan monetisasi aset panas bumi melalui Independent Power Producer (IPP). Untuk, mengembangkan 1,3 GW proyek panas bumi serta IPP berbasis surya.

Pengembangan itu dilakukan di area dengan iradiasi matahari tinggi dan menjalin kemitraan strategis untuk pembuatan sel surya. Namun, dalam jangka pendek akan fokus dalam penerapan Solar PV di lingkungan Pertamina Group.

Kedua, lanjut Nicke adalah mengoptimalkan penggunaan energi ramah lingkungan untuk mobilitas di sektor transportasi dengan mendukung pemerintah melaksanakan mandatori Biodiesel 30 persen (B30).

Selain itu, melaksanakan Green Refinery, dan Co Processing CPO. Pertamina juga menyiapkan produksi baterai melalui kemitraan dengan penyedia teknologi baterai dan BUMN. Serta, menyediakan infrastruktur pengisian daya untuk mobil listrik (E2W dan E4W).

"Ini dapat menurunkan gas rumah kaca. Dari hasil studi, ini bisa menurunkan gas karbon monoksida maupun emisi dari gas hidrokarbon antara 20 hingga 50 persen emisi ,” tutur Nicke.

Adapun agenda ketiga, Nicke mengatakan mengupayakan bahan bakar salah satunya dengan melakukan gasifikasi batu bara kadar rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk substitusi LPG dalam rangka mengurangi impor.

Untuk gas, menurut Nicke, Pertamina mengembangkan gas untuk transportasi, household yang target yang ditetapkan pemerintah membangun 30 juta jaringan gas pada 2050. Porsi terbesar yang diharapkan tumbuh adalah gas untuk industri.

Diperkirakan kebutuhan gas akan mencapai 10,5 BSCFD di tahun 2050, yang porsinya adalah 92 persen dari konsumsi gas nasional. Oleh karena itu, Nicke menilai, syarat penting meningkatkan pemanfaatan gas yakni mengembangkan teknologi-teknologi hilirisasi gas.

“Pemanfaatan gas mempunyai posisi yang penting saat ini, karena gas merupakan sumber energi transisi yang menjadi jembatan antara conventional energy dan renewable energy,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya