Chatib Basri: Frekuensi Belanja Masyarakat Mulai Pulih, tapi..
- Instagram @chatibbasri
VIVA – Ekonom Chatib Basri mengatakan bahwa dinamika kondisi belanja masyarakat saat ini sudah lebih baik, karena frekuensinya sudah kembali seperti saat sebelum wabah COVID-19 merebak di Tanah Air.
Meski demikian, Chatib menilai jika hal itu nyatanya belum berdampak signifikan bagi tingkat konsumsi rumah tangga, karena adanya sejumlah perubahan dalam pola konsumsi masyarakat sebagai dampak dari pandemi COVID-19 tersebut.
"Kalau dari frekuensi, belanja masyarakat sudah kembali ke (kondisi) pra-COVID-19. Masalahnya, dia sering belanja tapi nilainya kecil. Karena pola belanjanya berubah," kata Chatib dalam telekonferensi, Jumat, 29 Januari 2021.
Chatib menjelaskan, hal itu terjadi karena adanya pemulihan belanja masyarakat menengah-bawah pada sektor-sektor esensial atau kebutuhan dasar primer, yang dilakukan secara harian. Aspek itulah yang membuat frekuensi belanja masyarakat terlihat mulai naik, namun dengan nilai yang relatif kecil jika dilihat secara porsional.
"Porsi belanja paling banyak dari kelompok menengah-bawah adalah makanan dan kebutuhan esensial. Karena orang tidak mungkin mengurangi kebutuhan esensial mereka," ujarnya.
Namun di sisi lain, belanja masyarakat yang nilainya lebih besar seperti misalnya di ranah tersier, yakni kebutuhan belanja liburan, hiburan, dan barang-barang lain seperti kendaraan bermotor, hingga saat ini belum juga pulih sebagaimana kondisi pra-COVID-19.
"Jadi untuk belanja kelompok menengah-atas, (kondisinya) masih di bawah kondisi pra-COVID-19. Padahal porsi konsumsi terbesar itu ada di kelas menengah-atas," kata Chatib.
Karenanya, meskipun kelas menengah-bawah sudah mulai kembali giat berbelanja, hal itu belum cukup untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Sebab, dengan belum pulihnya belanja masyarakat di sektor liburan atau hiburan, maka dampaknya juga akan dirasakan oleh sektor transportasi, komunikasi, hotel, dan restoran, yang sudah turun secara signifikan selama pandemi.
Chatib menjelaskan, belanja masyarakat pada sektor-sektor itulah yang sebenarnya secara porsional lebih banyak disumbang oleh kelompok masyarakat menengah ke atas yang sampai saat ini belum bisa secara giat membelanjakan uangnya di sektor wisata atau hiburan tersebut.
"Karena kalau orang kaya yang sebelumnya makan tiga hari sekali, itu tidak kemudian bertambah jadi 12 kali sehari. Maka belanja lainnya akan dia gunakan wisata atau jenis hiburan lainnya. Nah, (belanja macam) itulah yang terdampak akibat pandemi COVID-19," ujarnya.