OJK Sebut Bank Syariah RI Belum Bisa Bersaing di Tingkat Global
- Repro video Kemenkeu.
VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri jasa keuangan syariah di Indonesia berdaya tahan tinggi dari dampak pandemi COVID-19. Namun dari sisi daya saing dengan industri yang sama di tingkat global, Indonesia belum memiliki kekuatan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menjelaskan itu tergambar dari berbagai indikator kinerja perbankan syariah di Indonesia yang masih terbilang stagnan. Tergambar dari proporsi total aset keuangan syariah yang hanya 9,9 persen.
"Di antaranya bagaimana tingkatkan pangsa pasar. Saingan kita bukan lagi domestik, bukan hanya konvensional, tapi produk syariah dari luar negeri, global, regional," kata dia di acara Sharia Economic Outlook, Selasa, 19 Januari 2021.
Untuk itu, OJK kata Wimboh, mendorong supaya akses pasar untuk perbankan syariah harus diperluas dengan dukungan infrastruktur yang kuat dan modal, maupun sumber daya manusia yang memadai. Di sisi lain, dari sisi biaya layanan juga harus kompetitif.
Baca juga: Ridwan Kamil Akui Masalah Data Jadi Kendala Vaksinasi COVID-19
Dengan beberapa indikator seperti biaya yang kompetitif, infrastruktur, dan kekuatan teknologi digital yang memadai, serta sumber daya manusia yang kompeten, Wimboh belum yakin ada perbankan syariah di Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional.
"Kalau enggak kompetitif, begitu mau keluar kandangan, melipir dulu, karena tahu-tahunya harganya di region lebih murah. Dengan itu kalau kita kaji ada yang siap enggak, coba kita lihat. Kami enggak yakin ada, berarti harus ada satu kebijakan yang luar biasa," kata dia.
Untuk itu, Wimboh menyatakan, meluncurkan Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025 untuk meningkatkan ketahanan, dan daya saing sektor jasa keuangan, pengembangan ekosistemnya hingga akselerasi transformasi digital.
"Enggak cukup tingkatkan produknya tapi masyarakat harus kita tingkatkan pemahamannya, makanya literasi dan inklusi jadi strategi penting dalam MPSJKI kita sehingga angka-angkanya harus kita tingkatkan. Kita benchmark tetangga kita. harus lebih bagus," kata dia.
Meski demikian, Wimboh mengakui industri keuangan syariah ini lebih baik dari konvensional dari berbagai indikator di antaranya asetnya tumbuh cukup tinggi pada 2020 di 21,48 persen dari sebelumnya hanya 13,84 persen pada 2019.
Nominalnya mencapai Rp1.770,32 triliun. Ini termasuk dari nominal aset perbankan syariah yang jumlahnya Rp593,35 triliun, dan pasar modal syariah termasuk reksadana syariah Rp1.063,81 triliun, dan industri keuangan nonbank syariah Rp113,16 triliun.
Sedangkan per Desember 2020 pembiayaan bank umum syariah, dikatakannya, mencatatkan pertumbuhan cukup signifikan, yakni mencapai 9,5 persen. Ini juga jauh lebih tinggi dari pertumbuhan pembiayaan konvensional yang minus 2,41 persen.
"Dengan ketahanan yang cukup baik, dengan CAR 21,59 persen dan NPF Gross 3,13 persen dan likuiditas terjaga pada FDR 76,36 persen. Kita tahu ini semua memberikan kepercayaan kita bahwa syariah akan tetap bagus di 2021," ungkap Wimboh. (ase)