Intip Kriteria PHK dalam RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Sumber :
  • Repro video.

VIVA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan secara gamblang poin-poin utama yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). RPP ini diketahui adalah aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang disahkan pemerintah akhir tahun lalu.

Korban TPPO di Myanmar Minta Pemerintah Indonesia Segera Pulangkan Mereka

Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin 18 Januari 2021, Ida menjelaskan, beberapa negara telah menerapkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau unemployment protection ini. Seperti Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia.

“Penerapan system Jaminan kehilangan pekerjaan di negeri-negara tersebut dapat dijadikan sebagai benchmarking dalam mendesain sistem Jaminan Kehilangan pekerjaan di Indonesia,” kata Ida.

Prabowo Tetapkan UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Kadin Kaji Dampaknya ke Dunia Usaha

Baca juga: Karyawan di 413 Ribu Perusahaan Dapat Bantuan Subsidi Gaji Rp600 Ribu

Ida pun menjabarkan substansi yang terdapat dalam RPP JKP. Pertama soal kepesertaan program JKP berasal dari peserta penerima upah dan harus mengikuti empat program yaitu Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP).

Perusahaan Wajib Beri Uang Lembur ke Karyawan yang Masuk di PIlkada

Kedua, penyelenggara program JKP yang terdiri atas BPJS Ketenagakerjaan dan Kemnaker. Untuk BPJS Ketenagakerjaan berkaitan dengan cash benefit bagi pekerja, sementara Kemnaker berkaitan dengan pelatihan dan mencari kerja.

Poin ketiga adalah kriteria PHK. Perusahaan bisa melakukan PHK apabila melakukan penggabungan, perampingan, atau efisiensi perubahan status kepemilikan perusahaan. Kemudian, terjadi kerugian, tutup dan pailit, serta pengusaha melakukan kesalahan terhadap pekerja. 

"Kriteria tersebut dengan mengecualikan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), pensiun, meninggal, dan cacat total," tegasnya.

Keempat, eligibilitas. Adapun ketentuan minimal masa kepesertaan program JKP ialah 24 bulan, masa iuran 12 bulan. Dan, membayar iuran berturut-turut selama 6 bulan.

"Kenapa 6 bulan (Pembayaran iuran berturut-turut), agar (besar) peluang manfaat ini bisa didapatkan oleh pekerja," tambahnya.

Kelima, manfaat bagi pekerja. Manfaat program JKP diberikan selama paling lama 6 bulan. Dengan persentase tertentu dari upah dilaporkan atau rata-rata upah nasional.

"Untuk cash benefit memang tidak 100 persen upah, karena status penerima tidak bisa disamakan seperti pekerja. Itu sebabnya manfaatnya bukan hanya upah saja tapi vokasional training dan akses penempatan," ungkapnya.

Keenam lanjut Ida, dari sisi iuran terdapat batas atas upah, yakni sesuai plafon (ceiling) Jaminan Pensiun atau menggunakan rata-rata upah nasional. Adapun sumbernya dari rekomposisi iuran JKK, modal awal, dan iuran pemerintah.

"Semua ini telah ditentukan, diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 (Tentang Cipta Kerja). Kami mem-brackdown-nya dalam aturan pemerintah," ucapnya.

Terkait penyusunan RPP JKP, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait penyusunan RPP tentang JKP, terutama dengan kementerian keuangan dan sekarang sedang dalam proses finalisasi.

“Dalam waktu dekat akan membahas draf RPP JKP bersama tripartit. Ini baru draf karena kami dalam proses penyusunan RPP nya," tutupnya.

Sebagai informasi dana awal program JKP tersebut nantinya akan diambil dari APBN. Ida mengatakan, Pemerintah telah memutuskan dana awal program itu adalah sebesar Rp6 triliun.

"UU Cipta kerja mengamanatkan 3 bulan setelah diundangkan peraturan pelaksananya sudah diterbitkan. Kalau dihitung jatuh temponya Februari. Dilihat persiapan kami, Insya Allah kita bisa tepati deadhline yang diamatkan UU," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya