OJK Sebut Stabilitas Sektor Keuangan 2020 Terjaga, Ini Penjelasannya
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Pandemi COVID-19 meningkatkan beberapa potensi risiko di sektor keuangan. Baik di sisi risiko likuiditas berupa aliran dana keluar, risiko kredit berupa debitur yang default akibat penurunan aktivitas usahanya, serta tekanan profitabilitas baik pada perusahaan maupun debitur.
Potensi berlanjutnya pemburukan ekonomi akibat pandemi ini akan mengancam stabilitas sistem jasa keuangan apabila tidak dilakukan pencegahan (mitigasi) lebih dini. Hal tersebut pun direspons cepat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mengeluarkan kebijakan forward looking and countercyclical.
Kebijakan itu yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar dan outflow non-residen, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pemerintah dan Bank Indonesia juga sangat membantu dengan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Baca juga: Menteri Basuki Minta Kontraktor di Sulbar Bantu Tanggap Bencana
"OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi khususnya dalam memitigasi risiko gagal bayar debitur (default) dan risiko likuiditas di pasar keuangan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan secara virtual di Jakarta, dikutip Minggu 17 Januari 2021.
Wimboh menuturkan, dengan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian domestik secara bertahap terus membaik. Didorong juga oleh realisasi stimulus fiskal perbaikan ekspor, serta kebijakan restrukturisasi kredit. Hal itu meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal, dan UMKM serta pelaku usaha lainnya.
“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” kata Wimboh.
Wimboh menjabarkan, di industri pasar modal, kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi. Kemudian, tindakan tegas pengawasan OJK telah meningkatkan kepercayaan investor yang tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 pada awal 2021, setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.
"Dengan integritas pasar yang lebih baik, aktivitas penghimpunan dana melalui penawaran umum relatif besar yaitu sebesar Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru. Pertumbuhan emiten baru ini merupakan yang tertinggi di ASEAN," jelasnya.
Di sektor perbankan lanjutnya, kebijakan restrukturisasi kredit hingga akhir Desember telah mencapai Rp971 triliun. Jumlah tersebut 18 dari total kredit yang diberikan kepada 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.
"Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL (Non Performing Loan) gross pada level 3,06 persen (2019: 2,53 persen) atau net 0,98 persen (2019: 1,19 persen) dan didukung oleh permodalan yang cukup tinggi, yaitu CAR sebesar 23,78 persen (2019: 23,31 persen)," ungkapnya.
Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun. Kemudian Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 11,11 persen yoy. Alat likuid per non-core deposit 146,72 persen dan liquidity coverage ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya.
Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit di Perusahaan Pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp189,96 triliun (48,52 persen dari total pembiayaan) dari 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko perusahaan pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5 persen.
"Profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitu pun Gearing Ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen," sebut Wimboh.
Sementara itu, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah sektor keuangan Indonesia tetap stabil di tengah pandemi saat ini. Walaupun ada penurunan penyaluran kredit atau juga laba perbankan atau asuransi.
"Terlihat di NPL yang terjaga di kisaran 3 persen, CAR yang masih di atas 20 persen, IHSG yang sudah kembali ke level sebelum pandemi, dan sebagainya. Stabilnya sektor keuangan tidak lepas dari keberhasilan OJK mengambil kebijakan yang cepat dan tepat merespons terjadinya pandemi," cetus Piter.
Lebih jauh, lanjut Piter, karena kebijakan-kebijakan OJK sudah terbukti efektif menjaga stabilitas sektor keuangan. Kerena itu kebijakan-kebijakan stimulus OJK seperti restrukturisasi kredit sebaiknya diperpanjang.
"Kebijakan OJK seperti restrukturisasi kredit sudah terbukti efektif menahan lonjakan NPL sekaligus menjaga ketahanan sistem perbankan. Kebijakan ini sudah tepat untuk dilanjutkan hingga tahun 2022, dalam rangka memastikan pemulihan ekonomi bisa segera diwujudkan," pungkas Piter.