Menteri Kelautan Janjikan RI Jadi Produsen Perikanan Terbesar di Dunia
- VIVA/Eduward Ambarita
VIVA – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono punya mimpi besar. Dia menargetkan Indonesia menjadi produsen udang vaname terbesar di dunia dengan jumlah produksi 16 juta ton per tahun.
Langkah itu diambil melalui pembukaan tambak udang seluas 200 ribu hektare hingga 2024. Hal itu disampaikan Trenggono saat hadir menjadi narasumber dalam Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu, 13 Januari 2021.
"Kalau kita berhasil membangun 200 ribu hektare tambak udang dengan dua siklus panen 80 ton per hektare per tahun, maka dalam satu tahun analisis ekonominya bisa menghasilkan hampir Rp1.200 triliun," ujarnya dalam keterangan tertulisnya.
Baca: DPR Tantang Sakti Wahyu Trenggono Setop Ekspor Benih Lobster
Saat ini, Indonesia termasuk lima besar produsen udang di dunia dengan besaran produksi di bawah 1 juta ton per tahun. Sekadar gambaran, jika tambak udang 200 hektare, selain sebagai produsen udang nomor satu di dunia, Indonesia juga akan mampu membangun sistem pertahanan yang kokoh untuk melindungi kekayaan maritim Indonesia.
Sebelum hadir di Raker Kementerian Pertahanan, Trenggono juga telah bertemu Bupati Aceh Timur Hasballah bin M Thaib untuk rencana pengembangan tambak udang secara masif di sana yang diproyeksikan bakal menjadi model industri di Tanah Air.
"Seandainya ini terealisasi, bayangkan berapa kekuatan pertahanan yang bisa kita bangun. Enggak susah bila kita ingin menguatkan alutsista kita," katanya.Â
Dia juga bakal membangun kampung-kampung budidaya perikanan. Yang sudah terpikirkan olehnya, seperti Kampung Lele, Kampung Patin, Kampung Udang, dan Kampung Kakap yang nantinya tersebar di wilayah Indonesia.
Pemerintah pusat berencana melibatkan pemerintah daerah dalam pembangunan itu. Dua kegiatan itu, yakni pembangunan tambak udang dan kampung perikanan menjadi program unggulan kementerian yang dia pimpin, sejalan dengan slogan mengembangkan perikanan budidaya berkelanjutan tentunya tanpa melupakan riset dan teknologi budidaya.
"Ke depan kita mesti desain di satu wilayah dengan pemda, di situ proses hulu sampai hilir. Tinggal kita atur pembiayaannya dari swasta atau negara yang hadir," katanya.