Indonesia Fintech Society Butuh Regulasi Dukung Pemulihan Ekonomi

Hendri Saparini (kanan)
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVA – Indonesia Fintech Society (IFSoc) menilai bahwa pandemi COVID-19 telah mendorong akselerasi digitalisasi sektor keuangan. Termasuk memperkuat kebiasaan masyarakat bertransaksi menggunakan layanan keuangan digital.

OJK Ungkap Ada 14 Perusahaan Pinjol Belum Penuhi Ekuitas Minimum

Anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini, menegaskan bahwa penguatan regulasi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekosistem fintech yang inklusif dan berkesinambungan. Ini berpotensi menjadi faktor 'quantum leap' atau lompatan yang sangat tinggi di industri pembayaran dan layanan keuangan digital di tahun 2021 mendatang.

"Sekaligus menjadi salah satu upaya mencapai pemulihan ekonomi nasional dan peningkatan penerimaan negara," kata Saparini dalam telekonferensi, Selasa 29 Desember 2020.

OJK Sebut Industri Fintech RI Masih Lemah Modal hingga Kurang SDM Berkualitas

Baca juga: Ada Varian Baru COVID-19, Menkes Telisi Pola Penyebarannya

Saparini memaparkan, di tengah goncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19, industri fintech secara aktif telah membantu pemerintah menggerakkan perekonomian Indonesia.

OJK Sebut Pengembangan Industri Keuangan RI Butuh Peran Krusial Sektor Ini

Hal itu dapat dilihat dalam program pemanfaatan Kartu Prakerja dan Quick Respons Indonesia Standard (QRIS), sebagai inovasi dari Bank Indonesia. Salah satu kelebihan QRIS adalah masyarakat dapat bertransaksi dengan cepat, mudah, murah, dan aman.

Namun, Saparini menilai diperlukan kolaborasi yang kondusif, agar tercipta win-win situation bagi seluruh pemangku kepentingan. Di mana, BI masih perlu mengkaji secara dalam struktur insentif dan disinsentif dalam penerapan QRIS, khususnya dalam hal pricing dan akuisisi merchant.

"Inklusi keuangan merupakan salah satu kebijakan kunci dalam pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah bersama fintech, perlu menyiapkan strategi inovatif untuk melakukan pemerataan literasi keuangan dan pemerataan akses layanan fintech," ujarnya.

Dia mengatakan, saat ini digital divide masih menjadi tantangan yang perlu segera di atasi oleh para stakeholder terkait di sektor fintech ini. Sebab, indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 yang baru mencapai sebesar 76 persen, dinilai masih lebih rendah dibandingkan Singapura (98 persen), Malaysia (85 persen), dan Thailand (82 persen).

Karenanya, IFSoc pun mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang telah mengeluarkan Perpres No.114/2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pencapaian keuangan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Sekaligus menargetkan indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 90 persen di tahun 2024 mendatang," lanjut Saparini. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya