Rizal Ramli Kritik Pengelolaan Utang Indonesia Sepanjang 2020

Rizal Ramli di ILC tvOne
Sumber :
  • VIVA/Andry Daud

VIVA – Ekonom Senior Rizal Ramli menilai, capaian ekonomi tahun 2020 masih jauh dari kata berhasil. Menurutnya, selain faktor eksternal yang berupa pandemi COVID-19, keterpurukan ekonomi juga tidak lepas dari faktor internal di jajaran kabinet Indonesia Maju.

OJK Pastikan UMKM yang Utangnya Dihapus karena Masuk Kriteria PP 47/2024 Keluar dari Daftar Hitam SLIK

Rizal secara khusus mengkritik kebijakan fiskal di bawah komando Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Kebijakan pertama Menkeu yang paling disoroti Rizal adalah soal utang.

Menko Ekuin era pemerintahan Gus Dur itu mengungkapkan, Sri memberikan keuntungan kepada kreditor dengan membuat bunga utang yang cukup tinggi.

9 Panduan Menabung di Tengah Utang Menumpuk, Tetap Hemat Tanpa Stres

"Misalnya, di bank ada yang mau pinjam kredit (bunga) pinjamannya 15 persen. Para pengusaha datang ajukan kredit, mereka negosiasi jangan 15 persen tapi 12-13 persen. Tapi ada satu negara (Indonesia) yang datang mau bayar bunga 17-18 persen, 2 persen lebih mahal dari pasar selama 10 tahun," ujar Rizal dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu 27 Desember 2020.

Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Pelempar Bom Molotov ke Masjid

Posisi Utang Luar Negeri RI di Kuartal III-2024 Capai US$427,8 Miliar, Tumbuh 8,3%

Rizal menegaskan, kebijakan utang dengan bunga yang tinggi seperti itu tidak dilakukan oleh negara tetangga Indonesia seperti Singapura hingga Jepang dan China.

"Karena enggak ada di seluruh dunia menteri keuangan yang pinjam dengan bunga kemahalan. Misalnya menteri keuangan Singapura, Jepang, China kalau pinjam dia tekan semurah mungkin bukan semahal mungkin," ungkap Rizal Ramli.

Dia mengingatkan, jangan bermain-main soal utang. Karena, lanjut dia, sedikit saja selisih bunga itu akan sangat berpengaruh. 

"Jangan main-main. Perbedaan, selisih bunga 2 persen saja selama 10 tahun. Misalnya kita pinjam 10 dolar, 2 persennya itu tambahan bunganya itu sepertiganya. Siapa yang bayar? Rakyat kita," ujar Rizal Ramli.

Selain itu, Rizal juga melihat kebijakan tax holiday bagi para pengusaha besar justru membuat cekak penerimaan negara.

Sebagai buktinya, imbuh Rizal, tax ratio atau penerimaan pajak di awal tahun 2020 ini realisasinya tidak mencapai lebih dari 10 persen. Dia mengklaim capaian ini beda dengan saat dia menjabat sebagai Menko Ekuin 20 tahun lalu, yang berhasil merealisasikan hingga 11,5 persen dari GDP.

"Hari ini sebelum krisis (COVID-19) 10 persen. Dengan krisis ini penerimaan pajak bakal lebih anjlok lagi. Bahkan bisa 60-65 persen dari target. Itu yang menjelaskan kita akan kesulitan cash flow. Penerimaan pajak kita anjlok, besar sekali," tutur Rizal.

Menurut Rizal, Sri Mulyani mulai melakukan pinjaman bilateral karena pinjam meminjam makin susah. "Dia (Sri Mulyani) hanya berani dengan yang (pajak) kecil-kecil , dan kedua dia pinjam-pinjam makin susah. Makanya mulai pinjam melalui bilateral," lanjutnya.

Mantan Menko Kemaritiman ini juga memprediksi ekonomi Indonesia pada tahun 2021 masih akan sulit, bahkan lebih buruk dari krisis moneter tahun 1998.

"Makin lama ekonomi makin terjerumus. Jokowi go down bersama dengan kinerja Sri Mulyani dalam kinerja keuangan," tutur Rizal Ramli.

Ilustrasi utang.

Perbankan Ditegaskan Perlu Aturan Turunan Akselerasi Hapus Tagih Utang Petani hingga Nelayan

Pelaksanaannya, ditegaskan tetap diperlukan peraturan turunan PP No 47/ 2024 agar dapat diimplementasikan sesuai prosedur yang lebih detail dan jelas.

img_title
VIVA.co.id
22 November 2024