Alasan KLHK Tunda Penerapan Standar Emisi Euro 4 pada 2022

Seorang pekerja memeriksa mesin mobil sebelum dipasarkan di sebuah pabrik mobil di Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Antara/Zabur Karuru

VIVA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memutuskan untuk menunda penerapan penggunaan standar emisi Euro 4 Diesel dari 2021 menjadi 2022. Penundaan ditegaskan bukan karena faktor politis dari beberapa pemangku kepentingan.

Jadi Perusahaan Otomotif yang Berkomitmen, Inovasi dan Kualitas Jadi Faktor Terpenting

Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK Dasrul Chaniago menekankan, keinginan untuk mencapai standar bahan bakar bersih bukan saja diinginkan pemerintah dan pemerhati lingkungan, melainkan juga keinginan industri otomotif.

"Kami sampaikan kepentingan Euro 4, 5 dan 6 itu sangat dibutuhkan pihak otomotif, jadi bukan hanya pihak pemerhati lingkungan pemerintah dan lain-lain," ujar Dasrul secara virtual, Senin, 14 Desember 2020.

Forwot Gelar Diskotik 2024: Perkuat Sinergi dan Inovasi Industri Otomotif

Dasrul menegaskan, sejak adanya surat dari Gabungan Industri Kendaraan bermotor Indonesia (Gaikindo) kepada menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 5 Mei 2020, tegas disebutkan bahwa pengunduran penerapan Euro 4 karena dampak COVID-19.

Dampak pertama, dia menambahkan, COVID-19 menyebabkan pengadaan komponen untuk Euro 4 diesel di kendaraan otomotif tidak bisa dilakukan. Kemudian, tenaga ahli, ditegaskannya, yang membantu menyiapkan produksi pulang ke negara masing-masing.

Pameran Otomotif IIMS 2025 Siap Digelar 13-23 Februari, Siap-siap Ada Brand Baru Hadir

"Pengujian engine dengan bobot di atas 3,5 ton dilakukan di luar negeri antara lain di Jerman sampai saat ini masih terkendala terkait pengiriman. Satu lagi karena pandemi, stok motor atau mobil diesel sangat banyak menumpuk karena enggak laku, jadi itu ekonominya," ucap dia.

Di sisi lain, dia menekankan, pihak industri telah 100 persen menyelesaikan rancangan bangun dan rekayasa, begitu juga dengan pengembangan fasilitas produksi. Meskipun pengembangan komponen baru dan rantai supply serta persiapan proses produksi baru 50 persen.

"Dan sertifikasi selesai 25 persen waktu 4 Mei tersebut serta persiapan purna jual nol persen karena produknya belum terjual, jadi atas hal-hal tersebut diperkirakan karena waktu itu COVID-19 belum jelas perkembangan ke depan," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia menekankan, pihak industri juga pada dasarnya ingin terus menggunakan standar emisi yang paling bersih. Sebab, untuk ekspor yang dibutuhkan adalah Euro 4, meskipun dalam negeri masih Euro 2, artinya, produksi tidak efisien.

"Jadi dalam satu pabrik dua lini produksi itu tidak efektif efisien dan tidak maksimum. Jadi dengan naiknya euro kita ekspor dan dalam negeri Euro 4 itu akan mudahkan pabrik otomotif. Jadi dorongan untuk naik ke tingkat lebih tinggi," ungkap Dasrul.

Bahkan, dia menjelaskan, industri otomotif menginginkan supaya standardisasi euro bisa langsung ke Euro 6 supaya lebih efektif. Selain itu, komponen industri untuk Euro 2 ke bawah ditegaskannya semakin sulit didapat industri untuk memproduksi.

"Spare part Euro 2 enggak ada lagi di dunia, jadi kalau kita bertahan, dia tutup sendiri pabrik kita ini, jadi enggak ada alasan dia bertahan. Demikian juga bahan bakar. Jadi tidak ada alasan politis segala macam," ucapnya.

Ilustrasi Mobil Toyota

Dari Dulu Hingga Kini: Bagaimana Toyota Menjaga Kualitas Produknya?

Toyota, pelopor inovasi otomotif global, memimpin dengan efisiensi TPS, kendaraan ramah lingkungan, dan adaptasi pasar, membentuk masa depan mobilitas berkelanjutan.

img_title
VIVA.co.id
23 Desember 2024