Legalkan Cantrang, KKP Dikritik Abai Kerusakan Alam dan Nelayan

Nelayan tradisional menarik pukat darat atau cantrang.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ampelsa

VIVA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59 Tahun 2020, tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas. Dalam aturan ini menjelaskan bahwa Cantrang kembali dilegalkan oleh pemerintah.

4 Nelayan Ditembak Polisi Ketahuan Bawa 18 Kg Sabu dan 86.500 Butir Ekstasi di Asahan

Peraturan Menteri (Permen) KP ini merevisi regulasi sebelumnya, yakni Permen KP No. 71 Tahun 2016, tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, menyoroti Permen KP keluaran 18 November 2020 ini. Khususnya pasal 36, di mana cantrang dikeluarkan dari kategori alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan.

Prabowo Teken PP Penghapusan Piutang Macet UMKM Petani Hingga Nelayan

"Penerbitan Permen KP No. 59 Tahun 2020 yang melegalkan cantrang sebagai alat tangkap ini memiliki sejumlah persoalan serius," kata Susan dalam keterangan tertulisnya, Minggu 13 Desember 2020.

Susan menjabarkan, hal serius yang dimaksud yakni pertama, Permen ini mengabaikan temuan KKP sendiri yang dipublikasikan dalam dokumen Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir tahun 2018, yang menyebut cantrang dapat menyebabkan tiga hal.

Risma: Nilai Tawar Nelayan Cukup Rendah di Jawa Timur

"Yakni mendorong penangkapan ikan yang tidak efektif dan eksploitatif, menghancurkan terumbu karang yang menjadi rumah ikan, dan memicu konflik sosial-ekonomi nelayan di tingkat akar rumput," ujarnya.

Dia juga menjelaskan sejumlah alat tangkap ikan yang dikategorikan melanggar yakni pair sein, lampara dasar, pukat hela dasar berpalang (beam trawl), pukat hela kembar berpapan (twin bottom otter trawl), pukat hela dasar dua kapal (bottom pair trawl), pukat hela pertengahan dua kapal (midwater pair trawl), perangkap ikan peloncat (aerial trap), dan muro ami (drive-in net)

"Sungguh aneh KKP menerbitkan Permen ini pada tahun 2020, setelah dua tahun sebelumnya (2018) dokumen Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir dipublikasikan. Apa dasar kajian ilmiah cantrang dilegalkan oleh Permen 59/2020," kata Susan. 

Kedua, Belajar dari kasus Permen No. 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan, Permen No. 59 Tahun 2020 memiliki semangat yang sama yakni melayani pengusaha besar dalam sektor perikanan. Indikatornya, izin penggunaan cantrang diberikan kepada kapal penangkap ikan berukuran 10-30 GT. 

"Artinya, dengan memperhatikan ukuran kapal yang diberi izin menggunakan cantrang, kapal-kapal pengusaha perikanan skala besarlah yang dilayani oleh Permen No. 59/2020 ini," lanjut Susan. 

Ketiga, dengan memberikan izin penggunaan cantrang diberikan di WPP 712 yang berada di perairan laut Jawa, KKP terus mendorong eksploitasi sumber daya ikan di kawasan tersebut demi memanjakan para pengusaha perikanan skala besar yang rata-rata berada di kawasan utara Pulau Jawa. 

"Permen No. 59/2020 menunjukkan KKP tidak mempertimbangkan keberadaan 470.020 nelayan skala kecil yang berada di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya ikan untuk hidup," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya