Stabilkan Harga, Pemerintah Diminta Jaga Pasokan Ayam
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Pemerintah diminta untuk tetap menjaga pasokan ayam potong agar harga di tingkat peternak tetap terjaga. Hal tersebut bisa dilakukan dengan memperpanjang Surat Edaran (SE) yang memotong pasokan agar harga pokok produksi (HPP) tetap dapat terjaga.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) diketahui mengeluarkan aturan mengenai pengurangan pasokan yang agresif di hul,u melalui Cutting Hatching Egg (HE) dan afkir dini Parent Stock (PS). Sehingga jumlah stok akhir ayam dapat berkurang drastis.
Baca juga: Siap-siap, Harga Rokok Tambah Mahal Tahun Depan Pada Bulan Ini
Penerbitan Surat Edaran Cutting HE dan Afkir Dini PS yang dilakukan sejak akhir Agustus oleh Ditjen PKH telah menunjukkan hasil dan membuat harga ayam merangkak naik. Implementasi kebijakan ini pun dilakukan dengan lebih baik, di mana Pemerintah melakukan cross-monitoring dalam setiap pelaksanaan cutting, memberi teguran hingga memberi sanksi kepada perusahaan yang melanggar.
Dengan implementasi aturan itu, harga ayam di tingkat peternak sudah membaik sesuai dengan acuan harga yang ditetapkan Kementerian Perdagangan yakni Rp19.000-21.000 per kilogram.
Peternak ayam mandiri asal Jawa Timur, Kholik menuturkan, pemerintah diminta melanjutkan kebijakan pengendalian pasokan ayam broiler agar harga di tingkat peternak dapat tetap terjaga sehingga peternak rakyat tidak merugi terus.
Menurutnya, selama 2 tahun terakhir ini peternak tidak pernah merasakan manisnya keuntungan dari beternak ayam. Karena itu, harga yang saat ini berlangsung sudah cukup baik, karena hasil dari pelaksanaan SE Cutting, SE Cutting HE dan Afkir Dini yang dikeluarkan sejak Agustus 2020.
"Perlakuan SE sangat tepat, dalam jangka pendek pemerintah wajib mengeluarkan SE lagi secara berkesinambungan sampai Februari karena mengingat jumlah DOC (day old chick) masih kelebihan," ujar Kholik dikutip dari keterangannya, Jumat, 11 Desember 2020.
Dia memaparkan, dalam jangka panjang Pemerintah harus dapat mengontrol impor Grand Parent Stock (GPS) ayam sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan atau sejumlah maksimal 680.000 ekor.
"Dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang isinya sesuai dengan Permentan 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi," ujarnya.
Bagi pabrikan yang tidak patuh SE terangnya, harus dihentikan izin impor GPS dan ditahan izin impor bahan bakunya. Hal ini guna memberikan efek jera terhadap pelaku dan menghilangkan kebiasaan melecehkan SE pemerintah.
Selain itu, Kholik meminta pemerintah wajib membuka data Setting Hatching Record (SHR) dan data potensi doc pada 2021 dibuat per bulannya. Sebab, kedua data ini sangat dibutuhkan peternak guna mengendalikan produksi sedari dini.
Terkait dampak COVID-19 terhadap peternak ayam broiler, kata dia, Pemerintah dapat membantu meningkatkan permintaan ayam broiler yang saat ini tengah turun. Langkah yang dapat diambil yakni dengan memberikan bantuan sosial berupa daging ayam. Hal ini tentu dapat meningkatkan permintaan ayam broiler.
Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) Singgih Januratmoko mengungkapkan hal senada. Menurutnya, daya beli masyarakat terhadap ayam broiler masih stagnan dan baru pulih antara 50 sampai 60 persen.
"Kondisi over supply masih terjadi sedemikian besar karena impor GPS pada 2018 terlalu banyak. Selain itu, secara daya beli masyarakat masih stagnan," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kelebihan pasokan ayam di dalam negeri tersebut tidak serta merta dapat membuat ayam-ayam ini dapat diekspor. Sebab, harga daging ayam asal Indonesia belum dapat bersaing dengan daging dari luar negeri.
Singgih menyayangkan, dengan kelebihan suplai ayam broiler sebenarnya Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara yang dapat mengekspor produk ayam. Tetapi, salah satunya, karena harga bahan baku pakan yang terlalu tinggi membuat HPP turut membengkak jadinya tidak dapat bersaing secara internasional.
"Pemerintah saat ini harus terus menjaga produksi sesuai antara suplai dan permintaan masyarakat. Kelebihan suplai saat ini dapat diantisipasi dengan melakukan Cutting HE dan afkir dini PS, dan pengawasan yang ketat,” ujar Singgih.