Kemenperin Usul Pabrik Rendah Produksi Tak Dapat Gas Murah
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Industri yang tak memiliki performa bagus terhadap produksinya diusulkan tak lagi mendapatkan gas murah atau di atas US$6 per MMBTU (million metric british thermal units). Hal itu, diusulkan oleh Kementerian Perindustrian.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam, mengatakan jika performa (Pabrik) tidak bagus, maka ada perusahaan yang dinaikkan harga gasnya menjadi US$6,5 per MMBTU-US$7 per MMBTU.
"Kebijakan harga gas sebesar US$6 per MMBTU ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi," ujar Khayam dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering 2020, dikutip Jumat, 11 Desember 2020.
Dikatakannya, dalam Perpres ini disebutkan bahwa penurunan harga gas harus dibarengi dengan peningkatan kontribusi pajak kepada negara. Saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi.
Selain itu, pemerintah juga mendorong industri yang mendapatkan penurunan harga gas untuk melakukan ekspansi. Karena, dari kontribusi pajak dan ekspansi, pemerintah bisa melihat performa perusahaan yang mendapat fasilitas penurunan harga gas. "Pastinya, industri juga harus lakukan efisiensi," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menetapkan harga gas industri sebesar US$6 per MMBTU yang berlaku mulai 1 April 2020.
Sebenarnya, regulasi berupa Perpres 40/2016 sudah ada. Hanya saja, aturan itu tak kunjung direalisasikan dengan alasan mempertimbangkan kemampuan implementasi dari hulu ke hilir.
Berdasarkan keterangan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, sektor industri yang mendapat penurunan harga gas tetap sesuai Perpres 40/2016, yakni pupuk, oleochemical, baja, keramik, petrokimia, kaca dan sarung tangan karet.
Baca juga: Sri Mulyani Tegaskan Vaksin Belum Langsung Kendalikan COVID-19