Pengamat Ekonomi: Ini Alur UU Cipta Kerja ke Kesejahteraan Rakyat

Ilustrasi kesenjangan di kota besar.
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA – Dibuatnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Terlepas dari dinamika yang ada, UU Cipta Kerja juga memiliki semangat untuk menyejahterakan rakyat Indonesia.

Evaluasi Pelaksanan Pemilu 2024, DPR Mau Bikin Omnibus Paket Politik

Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Djaka Badrayana, mengatakan, kesejahteraan masyarakat adalah tujuan yang harus dicapai seorang pejabat publik, khususnya kepala negara dan daerah.

Untuk itu, kata dia, kesejahteraan yang dimaksud di sini adalah dalam konteks ekonomi, yakni masyarakat yang memiliki pendapatan layak. Dan UU Cipta Kerja dibuat tentunya untuk mencapai hal tersebut.

Ratusan Buruh Bekasi Gelar Aksi, Tuntut Kenaikan Upah hingga 10 Persen

“Kalau saya seorang presiden, saya bertanggung jawab atas 267 juta orang. Yang harus jadi concern saya adalah bagaimana membuat kesejahteraan mereka meningkat, yang dalam indikator ekonomi berdasarkan pendapatan per kapita yang meningkat,” jelas Djaka dalam diskusi daring, dikutip Kamis 10 Desember 2020.

Untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, lanjut Djaka, maka harus meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), dengan mendorong konsumsi pemerintah lebih tinggi, investasi lebih tinggi, dan ekspor dikurangi impor.

Politik dan Keamanan yang Stabil Dinilai Harus jadi Pilar Keberhasilan Pemerintahan Prabowo

Dan dalam konteks Indonesia, lanjut Djaka, faktor investasi penting meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana investasi itu penting dan dapat meningkatkan kesejahteraan atau pendapatan masyarakat.

“Kalau ingin output naik, maka investasi, pekerja, teknologi dan semua faktor-faktor produksi itu harus ditingkatkan untuk berproduksi, menyerap tenaga kerja, menghasilkan barang yang akan dibeli masyarakat, mendapatkan untung dan modal baru lalu pekerjanya mendapatkan pendapatan. Itu efek kesejahteraan dari aktivitas investasi,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, investasi menjadi sangat penting kehadirannya karena saat ini pekerja tersedia banyak di Indonesia, sumber daya, teknologi dan lahan juga tersedia. Investasi menjadi faktor utama yang membuat faktor produksi lain itu produktif.

Sementara itu, Djaka melihat data Bank Indonesia justru dana pihak ketiga di perbankan Indonesia mencapai Rp6.300 triliun. Sehingga, yang jadi pertanyaan mengapa orang Indonesia pilih simpan duit di bank daripada menginvestasikannya di sektor produktif.

Alasannya, menurut Djaka, aktivitas investasi bukan hanya didorong oleh faktor ekonomi semata. Bisa juga dipengaruhi oleh faktor nonekonomi. Seperti regulasi yang ada, izin yang berbelit-belit dan proses investasi yang tidak efisien dan lama ini memengaruhi calon investor untuk enggan berinvestasi serta lebih memilih menyimpan uangnya di bank.

“Di situlah pentingnya regulasi UU Cipta Kerja yang dukung kemudahan dan perlindungan UMKM, penyederhanaan dan kemudahan perizinan usaha, riset dan inovasi dan klaster-klaster lain,” ujarnya.

Dengan demikian, ia menilai UU Cipta Kerja bisa jadi momentum reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi yang selama ini disadari penting dilakukan sejak 1999, namun bagaimana melakukannya masih menjadi pertanyaan besar, hingga hadir UU Cipta Kerja.

Reformasi birokrasi, menurutnya, tidak cukup dengan melahirkan regulasi. Itu juga harus didukung dengan perubahan budaya dan mindset sumber daya manusia (SDM) birokrasi juga. “Seringkali, mindset orang-orang dalam birokrasi menjadi kendala,” ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya