JP Morgan Nilai Omnibus Law Jadi Hal Positif ke Pasar Ekuitas RI
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Laporan JP Morgan bertajuk "Make Indonesia Great Again; Indonesia Equity Strategy 2021 Year Ahead", salah satunya menyoroti soal Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah pada 5 Oktober 2020 lalu.
JP Morgan menilai, Omnibus Law itu akan mampu memicu reformasi struktural utama, untuk meningkatkan investasi asing langsung atau foreign direct investment/FDI di Indonesia mulai tahun 2021 dan seterusnya.
"Kami pikir ini adalah reformasi struktural utama yang telah lama ditunggu-tunggu untuk Indonesia, dan kami yakin ini adalah perkembangan positif bagi pasar ekuitas Indonesia," sebagaimana dikutip dari laporan tersebut, Selasa 8 Desember 2020.
Laporan itu juga mencantumkan bahwa Peraturan Pelaksana (PP dan Perpres) akan selesai pada Januari 2021 mendatang, atau maksimal tiga bulan setelah disahkannya Omnibus Law pada Oktober 2020 lalu. Dimana, di dalamnya terdapat 11 cluster, dengan fokus pada empat bidang utama yakni kemudahan dalam berbisnis, penyederhanaan kebutuhan investasi, penguatan daya saing pasar tenaga kerja, dan mendorong sektor UMKM.
Selain itu, ada juga wacana soal pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF). Hal itu dinilai JP Morgan sebagai sebuah perkembangan positif untuk sektor infrastruktur, yang berpotensi mengurangi kekhawatiran pada aspek pendanaan dari sektor tersebut.
"Kami meyakini topik yang paling terkait dengan investor adalah pembentukan SWF sektor infrastruktur, penghapusan pajak dividen, pengurangan paket pesangon maksimum dari 32 kali gaji bulanan menjadi 25 kali, penyederhanaan dan perampingan kebutuhan investasi dan UMKM, serta perubahan formula upah minimum," ujarnya.
JP Morgan pun meyakini bahwa dasar pemikiran dari dibentuknya Omnibus Law ini salah satunya adalah urgensi untuk menciptakan lapangan kerja. Di mana, 70 juta dari total 130 juta angkatan kerja di Indonesia saat ini berada di sektor informal.
Kemudian selanjutnya adalah soal 'obesitas' peraturan, yang kerap menghalangi investor asing karena regulasi yang tumpang tindih dan terlalu rumit. Selanjutnya yakni terkait rendahnya produktivitas tenaga kerja, sebagaimana yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio keluaran modal atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
"Yang berarti investasi yang lebih tinggi menghasilkan pengembalian yang relatif lebih rendah," kata laporan tersebut.
"Dan terakhir, Omnibus Law ini diyakini akan meningkatkan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), yang merupakan 90 persen dari angkatan kerja Indonesia," ujarnya.