Makin Tertekan Pandemi, Pabrik Rokok Minta Relaksasi Aturan Cukai 2021

Suasana di pabrik rokok. (foto ilustrasi)
Sumber :

VIVA – Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berharap agar pemerintah memberikan relaksasi cukai di saat pelemahan kinerja industri hasil tembakau (IHT). Ada sejumlah faktor utama yang menghantam IHT saat ini.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Ketua Umum Perkumpulan Gappri, Henry Najoan, menjabarkan, kinerja IHT saat ini mengalami pelemahan akibat dampak kenaikan cukai 23 persen dan harga jual eceran (HJE) 35 persen tahun 2020, sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.010/2019.  

Faktor kedua, lanjutnya, adalah wabah pandemi COVID-19 yang membuat permintaan dan produksi mengalami penurunan tajam. Belum lagi IHT saat ini menghadapi ketidakpastian kebijakan cukai 2021.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca jugaMenaker Ida: Pekerja Masuk Saat Hari Pilkada Dihitung Lembur

“Kami mendengar melalui media pada Oktober lalu, Kementerian Keuangan berencana menaikkan cukai 2021 yang cukup tinggi. Tetapi hingga akhir tahun ini belum ada kejelasan,” kata Henry dikutip dari keterangannya, Selasa 8 Desember 2020.

Pelaku Industri Sambut Positif Batalnya Kenaikan Cukai Rokok di 2025

Henry mengatakan, bila merujuk pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah biasanya mengumumkan kebijakan kenaikan cukai antara bulan Oktober-November. Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakpastian.

"Di tengah ketidakpastian mengenai rencana kebijakan cukai 2021, IHT khawatir kenaikan cukai justru masih memberatkan dampak terhadap sektor pertembakauan nasional," tuturnya.

Karena itu, perkumpulan Gappri sangat berharap tidak ada kenaikan tarif cukai 2021 di tengah pandemi dan pelemahan kinerja IHT. Meski keberatan dengan rencana kenaikan, perkumpulan Gappri tentunya akan tetap menaati kebijakan tersebut dengan segala konsekuensinya. 

“Untuk recovery IHT, perkumpulan Gappri berharapnya tidak ada kenaikan. Tetapi jika memang naik dan dan diumumkan akhir tahun (Desember ini), kami berharap pemerintah memberikan relaksasi cukai agar dampak terhadap cashflow perusahaan tidak terlalu parah,” harapnya.

Relaksasi yang diharapkan, dia menjelaskan, adalah fasilitas perpanjangan (mundur) dua bulan untuk batas waktu pemesan pita cukai, batas waktu pelekatan pita cukai, dan batas waktu penarikan rokok berpita cukai 2020. 

"Mundurnya batas waktu tersebut sesuai dengan mundurnya waktu pengumuman kebijakan, yakni dua bulan," terang Henry.

Selain itu, perkumpulan Gappri juga berharap ada relaksasi penundaan pembayaran pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari di awal 2021. Menurut Henry, permohonan relaksasi fasilitas ini didasari tren pasar di awal tahun yang biasanya pada posisi terendah.

Tren itu disebabkan musim hujan, bencana, petani tidak ada panen, tahun ajaran baru. Sehingga rumah tangga memprioritaskan belanja pendidikan, serta bulan puasa yang biasanya berdampak pada penjualan rokok turun 30-40 persen. 

"Sementara, bersamaan dengan hal tersebut, perusahaan harus membayar Tunjangan Hari Raya (THR) jelang Idul Fitri 2021," tuturnya.

Diskusi Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB) 
 [dok. PPKE-FEB UB]

Kenaikan Tarif Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Menurut Kajian Akademisi

Hasil kajian PPKE-FEB UB menyatakan, setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal.

img_title
VIVA.co.id
8 November 2024