UU Cipta Kerja Dorong Kampus dan BUMN Buat Riset Berbasis Output

Mahasiswi IAINJember saat membuat hand sanitizer di laboratorium
Sumber :
  • vstory

VIVA – Disahkannya UU Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat dinilai dapat mendukung riset berbasis output (keluaran) untuk kepentingan masyarakat. Sebab, selama ini riset akademis masih berbasis pada aktivitas penelitian bukan pada ouput penelitian. 

Sinergi atau Persaingan? Pembentukan Danantara dan Posisi Kementerian BUMN di Masa Depan

“Dengan kondisi yang semakin berkembang dan kompetitif, mendatang harusnya riset itu berbasis standar biaya keluaran dan menuju paten. Ini sebenarnya sudah didukung oleh UU Cipta Kerja,” kata Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Lily Surraya Eka Putri, dalam diskusi daring, dikutip Senin 30 November 2020.

Menurut dia, dalam kluster riset dan inovasi dalam UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu, pemerintah menginginkan dunia pendidikan harus bisa menghasilkan teknologi tepat guna dan peningkatan nilai tambah dan hilirisasi untuk masyarakat.

Erick Thohir Tunjuk Maya Watono Jadi Direktur Utama InJourney

“Jadi, di perguruan tinggi tidak boleh hanya penelitian saja, tapi harus ada produk dan nilai tambahnya yang hasil akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” jelas Lily.

Ia membeberkan bahwa aktivitas riset teknologi dan sains secara akademis sangat banyak. Namun, sangat sedikit mempedulikan paten, komersialisasi dan memberikan pemasukan materi pada perguruan tinggi. 

Penundaan Rencana Pembentukan BPI Danantara Jadi Sorotan

Untuk itu, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta ini, menilai dunia akademis harus menyambut kebijakan pemerintah yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi. 

“Ada satu hal yang harus digarisbawahi dalam UU Cipta Kerja, yakni BUMN mendapatkan penugasan khusus untuk pengembangan-pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga Litbang (penelitian dan pengembangan),” jelas Lily.

Selain itu, ia juga menyorot dua undang-undang penting yang berubah dalam UU Cipta Kerja. Yakni UU 13 tahun 2016 tentang Paten dan UU 20 tahun 2016 tentang Merek. Di mana dalam UU Cipta Kerja, terkait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses perizinan.   

“Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada lima aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis,” ujarnya.

Untuk itu, Lily menuturkan bahwa dengan berbagai perubahan itu tentu akan mempermudah komersialisasi dan hilirisasi hasil penelitian perguruan tinggi dan akan berimplikasi positif pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Itu mendorong UMKM lebih giat menghasilkan inovasi dan harusnya UMKM ada kolaborasi dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi ini memberikan alih teknologi dan juga pendampingan,” terangnya.

Ia pun berharap alih teknologi kepada UMKM ini tidak perlu ada biaya yang ditanggung pelaku UMKM, karena itu untuk kepentingan kemajuan UMKM dan demi kemaslahatan umat.

Tak sampai di situ, Lily juga menilai selain komersialisasi dan pemanfaatan riset dan inovasi bagi masyarakat, tak kalah penting adalah perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (HKI). Sehingga, ia mendorong peneliti-akademisi setiap kampus untuk membentuk badan perlindungan HKI sebagaimana termaktub dalam UU. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya