Dahlan Ungkap Bocoran SWF Indonesia: Putar Uang untuk Proyek

Lembaga keuangan AS, US IDFC komitmen investasi Rp28 triliun lewat SWF Indonesia
Sumber :
  • Dok. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

VIVA – Pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) mulai jadi sorotan usai kunjungan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan ke Amerika Serikat. Dalam kunjungan itu, lembaga keuangan AS, United States International Development Finance Corporation (USIDFC) meneken komitmen investasi ke SWF Indonesia senilai US$2 miliar atau setara Rp28 triliun.

Ketua OJK Minta Penghapusan Utang Macet Petani hingga Nelayan Segera Dijalankan

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengungkapkan adanya SWF ini akan membuat hilangnya pos biaya proyek di APBN secara bertahap. Nantinya, APBN disebut akan dikhususkan pada program pengentasan kemiskinan.

Informasi ini diperoleh Dahlan, usai bertemu Luhut belum lama ini. Namun, memang perlu ditekankan bahwa lembaga mirip SWF ini pun sudah ada di negara tetangga yang pernah juga menjadi masalah. Salah satunya yaitu 1MDB milik Malaysia.

Incar Dana Segar Rp 4,71 Triliun dari IPO, MR DIY Pakai Buat Bayar Utang hingga Buka Toko Baru

"Melahirkan kasus korupsi terbesar di dunia. yang membuat Perdana Menteri Najib Razak sampai kalah pemilu dan kini lagi menghadapi proses hukum," ujar Dahlan dikutip dari situs pribadinya, Disway.id, Minggu 29 November 2020.

Baca juga: Gempa Magnitudo 4,9 Guncang Tegalbuleud Sukabumi

Luhut: NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian di Timur Tengah

Namun, Dahlan bercerita bahwa Luhut menegaskan, pengawas lembaga SWF Indonesia ini nantinya adalah lembaga-lembaga internasional. Karena, sumber dana SWF Indonesia juga berasal dari lembaga keuangan internasional. 

SWF Indonesia yang nama belum diresmikan itu, memang diakui berbeda dengan SWF negara lain. Sumber dana SWF negara lain adalah 'kelebihan uang'. Sedangkan Indonesia masih selalu kekurangan uang.

"Maka SWF Indonesia nanti akan lebih bersifat 'memutar' uang milik orang lain. Untuk kepentingan pembangunan proyek-proyek di Indonesia," kata Dahlan. 

Pemilik dana, lanjut Dahlan, umumnya sudah senang kalau bisa mendapat laba 8 persen (dalam dolar). Sementara itu, proyek di Indonesia bahkan bisa memberikan keuntungan sampai 25 persen dengan catatan sogok-menyogoknya hilang. 

"Itu berbeda dengan Temasek (atau GIC)-nya Singapura. Fokus GIC adalah terus mencari proyek yang labanya minimal 18 persen. Di mana pun proyek itu, setelah dihitung konsekuensi risikonya," ucap Dahlan. 

Solusi untuk Turunkan Utang Luar Negeri?

Dahlan menyebut jika pembentukan SWF itu sukses, maka itu bisa jadi jalan menuju jalan untuk menurunkan utang luar negeri. Ke depan, tidak perlu lagi mencari utang untuk membiayai proyek besar. Namun, di sisi lain Indonesia dinilai tetap masih harus mencari utang untuk membayar utang dan bunga yang sudah ada saat ini.

"Maka SWF juga berarti kendaraan untuk menuju APBN tanpa defisit. Berarti postur APBN kita nanti tidak akan sebesar yang ada sekarang. Tapi lebih fokus untuk bayar utang, gaji pegawai dan pengentasan kemiskinan," kata dia. 

Meski begitu, dia mengakui masih banyak diskusi terkait lembaga baru ini. Misalnya 'bunga' yang akan diperoleh investor asing apakah dijamin dengan bunga pasti atau justru mengikuti naik turunnya laba proyek yang dibiayai. 

"Yang menarik juga adalah dampak ikutannya, proyek apa saja yang tendernya harus internasional dan perusahaan mana saja di pihak kita yang siap terjun di arena tender internasional itu," kata Dahlan. 

Soal laba proyek, Dahlan mengaku optimis akan sangat baik. Apalagi ketika proyek SWF nanti itu akan bersih dari sogok menyogok. Biaya proyek pasti lebih murah. 

"Rasanya ini memang dunia baru yang akan kita masuki dengan segala konsekuensinya," tutup Dahlan.

Penasehat Khusus Presiden dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan

Luhut Sebut Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Bakal Diundur

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan diundur.

img_title
VIVA.co.id
27 November 2024