Monopoli Kargo Benur Diduga Sumber Suap Edhy, Tarifnya Rp1.800/Ekor

Ilustrasi benih lobster.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

VIVA – Dalam kasus dugaan korupsi ekspor benih udang lobster (Benur) yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, muncul nama perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK). Perusahaan itu diduga menjadi sumber aliran dana sebesar Rp3,4 miliar kepada sang menteri.

Ekspor RI Naik 10,69 Persen Jadi US$24,41 Miliar di Oktober 2024, Ini Pemicunya

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati, menyebut bahwa memang terdapat dugaan monopoli yang dilakukan ACK. Sebab, perusahaan itu menjadi pemain tunggal dalam urusan kargo ekspor benur di Bandara Soekarno-Hatta.

"Iya, sedari awal kan memang itu yang muncul, tapi fokus kita pada izin ekspornya, awalnya itu. Tapi kemudian ketika ditelusuri memang menarik, karena hanya dia (PT ACK) yang mengurusi urusan kargo (ekspor benur)," kata Susan saat dihubungi VIVA Bisnis, Kamis, 26 November 2020.

Neraca Perdagangan RI Surplus 54 Bulan Beruntun, Capai US$2,48 Miliar di Oktober 2024

Baca juga: 10 Jenis Pekerjaan Ini Paling Dibutuhkan Usai Pandemi COVID-19

Hal menarik lainnya, menurut Susan, adalah adanya penetapan harga Rp1.800 per satu ekor benur, dalam tarif pengangkutan kargo untuk urusan ekspor. Penetapan tarif per ekor menurutnya tidak lazim diterapkan.

Kata Bea Cukai soal Sritex Dapat Izin Lanjutkan Kegiatan Ekspor Impor

"Dia ini hitungannya bukan per kg, melainkan Rp1.800 per satu ekor benur. Bayangin kalau dia ekspor berapa juta benih itu," kata Susan.

Susan memastikan, tidak ada satu pun aturan atau regulasi yang menjadi landasan bagi PT ACK dalam penentuan tarif Rp1.800 per satu ekor benur dalam jasa kargo ekspor yang dimonopolinya tersebut. 

"Jadi suka-suka dia saja memang (menentukan tarif kargo)," ujar Susan.

Di sisi lain, Susan mengaku bahwa pihaknya juga sempat menelusuri adanya sejumlah penawaran harga lain untuk jasa pengangkutan kargo ekspor benur yang hitungannya lebih murah. Karena menggunakan satuan kilogram, bukan per ekor benur.

Karenanya, Kiara merekomendasikan agar keseluruhan kegiatan, mekanisme, dan perizinan terkait masalah ekspor benur ini, bisa dihentikan total untuk sementara waktu. Sampai ada aturan serta tata kelola yang jelas.

"Karena lebih baik dibenahi dulu tata kelolanya, baru bicara soal ekspor. Karena kalau tata kelolanya masih seperti ini, mau menterinya siapa pun itu akan jadi lahan basah untuk korupsi," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya