Petani Surati Sri Mulyani dan Moeldoko Minta Cukai Rokok Tak Naik

Petani menjemur daun tembakau di Sidomulyo, Senden, Selo, Boyolali, Jawa Tengah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menegaskan penolakannya terkait rencana kenaikan cukai rokok 2021. Ekonomi para petani ditegaskan ambruk saat ini karena COVID-19. 

Pelaku Industri Sambut Positif Batalnya Kenaikan Cukai Rokok di 2025

“Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” kata Ketua DPN APTI, Agus Parmuji dikutip dari keterangannya, Kamis 26 November 2020.

APTI, menurut Agus, telah melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Kantor Sekretariat Presiden Moeldoko terkait penolakan ini. Surat tersebut dilayangkan pada Rabu 18 November lalu lalu.

Pemerintahan Prabowo Diharap Beri Kepastian soal Cukai Hasil Tembakau

Baca juga10 Jenis Pekerjaan Ini Paling Dibutuhkan Usai Pandemi COVID-19

Surat itu, lanjut dia, dilayangkan tepatnya dua hari setelah tiga orang perwakilan APTI diterima Moeldoko di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat. Pertemuan itu dilakukan di sela aksi demo yang dilakukan pengurus APTI menuntut pemerintah membatalkan rencana kenaikan cukai itu.

Cukai Rokok 2025 Batal Naik, Pelaku Industri Harap Cukai 2026 Tidak Naik Drastis

Agus mengatakan, dalam surat itu, APTI mengingatkan bahwa situasi dan kondisi sentra tembakau pada dua tahun terakhir yakni 2019 dan 2020 sedemikian parah. Hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.

Dia menjelaskan, penyebab dari semua itu adalah karena penetapan tarif cukai setinggi 23 persen pada 2020 yang berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal. 

APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap bersikeras menaikkan tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM), yang konon, berada dalam kisaran 13 persen hingga 20 persen.
 
“Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” tambah Agus. 

Menurut Agus, berdasarkan fakta tersebut, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya sebesar 5 persen. Sebab, apabila besaran itu dipaksakan akan membuat keberadaan rokok ilegal jenis SKM semakin merajalela.

Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja, jadi tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada.

“Harapan kami, pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan ikutannya,” papar Agus.

APTI, Agus melanjutkan, juga menyampaikan masukan terhadap rencana program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dalam aturan sekarang ini, 50 persen dari DBHCHT tersebut dialokasikan ke sektor pertanian. Dari alokasi tersebut, petani tembakau memperoleh 10 persen. 

"APTI mengusulkan agar persentasenya dinaikkan hingga minimal 35 persen dan bentuknya berupa bantuan langsung tunai," tuturnya. (art)

Diskusi Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB) 
 [dok. PPKE-FEB UB]

Kenaikan Tarif Cukai Picu Maraknya Rokok Ilegal, Menurut Kajian Akademisi

Hasil kajian PPKE-FEB UB menyatakan, setiap kenaikan tarif cukai mengakibatkan lonjakan persentase peredaran rokok ilegal.

img_title
VIVA.co.id
8 November 2024