REI Usul Angsuran Kredit Rumah MBR Ditunda Selama Pandemi

Foto udara pembangunan rumah bersubsidi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida, mengatakan, hantaman pandemi COVID-19 cukup telak dan berpengaruh sangat signifikan bagi sektor properti di Tanah Air. Banyak kredit rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang terancam macet. 

Dharma Sebut Bio Weapon untuk Pandemi Selanjutnya Sudah Disiapkan, Gong Kematian Pengusaha Jakarta

Hal itu tegasnya mengganggu pembangunan rumah bagi MBR tersebut. Hingga saat ini, capaian pembangunan rumah yang ditargetkan pihaknya pada 2020 mengalami penurunan antara 30-40 persen.

Baca jugaSoal Kebijakan Cukai, Pabrik Rokok Minta Menkeu Sri Merujuk UU

Hebat! Pria Ini Bantu Ratusan UMKM di Tabalong Bebas dari Rentenir, Begini Caranya

"Di sinilah kami sudah mengusulkan kepada pemerintah, juga kepada pihak perbankan, perihal adanya permintaan penundaan pembayaran angsuran (kredit rumah MBR)," kata Totok dalam telekonferensi, Rabu 25 November 2020.

Meski meminta penundaan pembayaran angsuran, Totok menekankan bahwa perhitungan bunga angsuran akan tetap diperhitungkan. Namun, pembayarannya disarankan untuk ditunda, selama masa pandemi COVID-19 ini belum berakhir.

Jumlah Pengangguran di Indonesia Turun Jadi 7,47 Juta Orang Per Agustus 2024

Sebab di sisi lain, saat ini pun pemerintah masih menggenjot upaya pengadaan vaksin. Guna menuju ke proses vaksinasi massal COVID-19, dalam upaya mengakhiri pandemi.

"Jadi kurang lebih penundaan ini maksimal akan dilakukan selama enam bulan, dengan bunga yang tetap diperhitungkan," ujar Totok.

Totok berharap, dengan cara itu, maka konsumen atau MBR bisa merealisasikan impian mereka memiliki rumah. Hingga mampu mengurangi backlog perumahan.

Terkait total jumlah backlog perumahan itu, Totok memastikan bahwa DPP REI tetap mencatatnya sebanyak 11,5 juta unit rumah. Karena, pertumbuhan penduduk di Indonesia itu kurang lebih sekitar 3,5 juta jiwa per tahun.

"Kalau jumlah itu (3,5 juta jiwa) dianggap sebagai pasangan, maka setidaknya kita membutuhkan kurang lebih sekitar 1,5 juta unit rumah. Sehingga program pemerintah membuat sejuta rumah itu sangat rasional, untuk mengurangi backlog tersebut," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya