Sri Mulyani Ungkap Dilema Ambil Kebijakan di Masa Krisis

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dilema yang harus dihadapi pemimpin untuk mengambil kebijakan di tengah masa-masa krisis. Seperti saat ini terjadi akibat pandemi COVID-19.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Sri mengatakan, dalam setiap situasi, pemerintah memang harus selalu hadir, baik dalam masa-masa sulit seperti saat krisis maupun seperti masa-masa yang baik. Dilema yang timbul dari kondisi itu tidak bisa dielakkan.

"Setiap situasi yang luar biasa dan tidak pasti tetap mengharuskan pemerintah hadir. Namun, pertanyaannya hadir seperti apa dan inilah dilema yang harus terus menerus diatasi dan dihadapi," katanya, Rabu, 18 November 2020.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Menteri Keuangan yang telah menjabat tiga periode di dua pemerintahan yang berbeda itu menganggap, dilema itu muncul pertama kali saat harus menentukan dasar pengambilan keputusan.

Misalnya, jika mendasarkan kebijakan pada data-data historis, maka seorang pengambil kebijakan itu harus berhadapan dengan situasi berbeda yang bisanya di luar dugaan. Sedangkan jika berdasarkan proyeksi maka banyak indikator yang kemungkinan tidak tercapai.

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

"Ini pun bisa menjadi masalah kalau dilihat secara an sich hukum saja karena banyak perkara hukum ditanyakan, datanya tidak menyatakan begitu, itu hanya forecast, tapi forecast itu adalah cara untuk antisipasi," tegas dia.

Dilema selanjutnya yang harus dihadapi, kata Sri, kecepatan implementasi kebijakan dengan akurasinya. Dua sisi itu seperti dua sisi mata uang, namun dikatakannya bisa dikerjakan secara beriringan.

"Pemerintah perlu secara cepat bantu mereka karena COVID-19 tidak menggunakan kata pengantar, dia langsung naik dan memukul maka kecepatan jadi penting. Namun kita tahu mungkin akurasinya, tadi yang inclusion exclusion error," ujarnya.

Dilema yang terakhir ditegaskannya adalah berkaitan dengan fleksibilitas dengan kepatuhan atau compliance. Menurutnya, kepatuhan dapat dengan mudah dilakukan pada saat kondisi normal, namun tidak saat kondisi krisis.

"Inilah tantangan yang dihadapi pemerintah dan pembuat kebijakan dan pengelola keuangan negara meski dalam situasi kompleks ekstra ordinary kita coba bangun seluruh kebijakan dan kemudian langkah-langkah berdasarkan tata kelola yang baik," kata Sri.

Oleh sebab itu, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menekankan, pemerintah terus melibatkan aparat penegak hukum dan keterbukaan dengan masyarakat untuk menjadi landasan upaya niat baik dalam mengambil kebijakan.

"Kami dengan aparat penegak hukum dari awal kita undang KPK, Polisi, Kejaksaan, BPKP, BPK dan untuk procurement. Semuanya adalah dalam rangka niat baik mendesain kebijakan yang extra ordinary," ujar Sri.

Baca juga: Presiden Jokowi Banyak Bangun Bendungan, Apa Fungsinya?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya