Ada Fasilitas GSP AS, Jokowi Yakin RI Makin Menarik bagi Investor
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Presiden Jokowi punya ancang-ancang terkait peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Setelah fasilitas perpanjangan tarif preferensial umum atau Generalized Systen of Preference (GSP) dari Amerika Serikat didapat, Indonesia ingin momentum ini harus dioptimalkan.
Setidaknya, menurut Jokowi, jika nilai ekspor Indonesia meningkat maka itu menarik juga untuk para investor mau datang ke Tanah Air untuk melakukan investasi secara langsung.
"Kita harapkan ekspor kita akan bisa naik, melompat karena fasilitas GSP diberikan kepada kita. Syukur-syukur ini juga dipakai sebagai kesempatan untuk menarik investasi," kata Jokowi saat memimpin sidang kabinet paripurna dari Istana Negara Jakarta, Senin, 2 November 2020.
Jokowi melihat, selain barang-barang yang diekspor, Indonesia merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia yang mendapatkan fasilitas GSP. Sehingga, kata Jokowi, juga harus dimanfaatkan dengan mendorong lebih banyak lagi investasi.Â
Selain itu, arahan Jokowi pada sidang kabinet kali ini, juga meminta kepada menteri untuk memacu ekonomi Indonesia lebih cepat, sehingga dibutuhkan investasi dan juga percepatan penyerapan belanja pemerintah.
"Kita ada fasilitas itu karena orang ingin mendirikan industri pabrik perusahaan di Indonesia akan menjadi lebih menarik. Karena untuk masuk ke Amerika kita diberikan fasilitas dari Amerika," ujar Jokowi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menyampaikan pengumuman perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia dari Amerika Serikat.
Pada 30 Oktober 2020, pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi mengeluarkan keputusan itu. Keputusan tersebut diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.
"Sebagaimana teman ketahui GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada tahun 1980," kata Retno dalam keterangan resminya, Minggu, 1 November 2020.
Terdapat 3.572 pos tarif yang diketahui telah diklasifikasikan oleh US Customs and Border Protection (CBP) pada level Harmonized System (HS) 8-digit yang mendapatkan pembebasan tarif melalui skema GSP. Sebanyak 3.572 pos tarif tersebut mencakup produk-produk manufaktur dan semimanufaktur, pertanian, perikanan, serta industri primer.
"Daftar produk yang mendapatkan pembebasan tarif bisa dilihat pada Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTS-US)," kata Menlu Retno.
Menurut Retno, isu mengenai GSP ini selalu dibawa oleh Indonesia dalam semua kesempatan pertemuan dengan AS. Termasuk dalam kunjungan menlu AS tiga hari yang lalu ke Indonesia, baik dalam pertemuan bilateral dengan Retno dan kunjungan kehormatan kepada Presiden RI.
"Pemberian fasilitas GSP ini merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia namun juga menguntungkan bisnis AS," ujar Retno.
Retno mengharapkan, perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS akan menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara. AS disebut merupakan negara tujuan ekspor nonmigas terbesar RI kedua setelah RRT, dengan total nilai perdagangan dua-arah mencapai US$27 miliar pada 2019.
Ekspor Indonesia ke AS periode Januari-Agustus 2020 dilaporkan mencapai US$11,8 miliar, meningkat hampir 2 persen dibandingkan periode yang sama 2019 sebesar US$11,6 miliar. Kenaikan tersebut terjadi di tengah situasi pandemi, dan saat impor AS dari seluruh dunia turun 13 persen.
"Ke depannya, kedua negara sepakat untuk mengupayakan pembahasan kemitraaan perdagangan RI-AS yang lebih komprehensif dan permanen," kata dia.