Selama COVID-19 Menko Airlangga Akui Daya Beli Masih Rendah
- Istimewa
VIVA – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto meyakinkan bahwa pemerintah berupaya memperbaiki daya beli masyarakat saat pandemi COVID-19. Salah satunya mendorong sisi permintaan melalui realisasi bantuan sosial seperti program subsidi gaji dan kartu prakerja.
"Daya beli memang masih rendah, kita melihat bahwa ini yang harus kita perhatikan," kata Airlangga di Seminar Nasional Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Senin, 2 November 2020.
Dia menuturkan, subsidi gaji atau upah dianggarkan sebesar Rp37,87 triliun dengan manfaat Rp2,4 juta per pekerja. Targetnya adalah 15,7 juta pekerja yang masih menerima gaji dan aktif membayarkan iuran kesehatan.
"Untuk yang belum bekerja, pemerintah memberikan semi bansos melalui kartu prakerja," ujar Airlangga.
Pemerintah juga, katanya, mengeluarkan berbagai bantuan kepada pelaku usaha. Seperti kebijakan insentif perpajakan, subsidi bunga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penempatan dana pada bank, dan penjaminan kredit UMKM.Â
Selain itu, kepada sektor yang sama, pemerintah juga telah memberikan banpres produktif, pembiayaan investasi kepada korporasi, penjaminan kredit korporasi, dan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pemberian pinjaman BUMN.
Airlangga menjelaskan, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) merupakan bantuan sebesar Rp2,4 juta per pelaku usaha yang diberikan kepada usaha ultra-mikro yang tidak sedang menerima kredit dari perbankan. Program menyasar 12 juta pelaku usaha mikro, dengan anggaran sebesar Rp22 triliun dan kini mengalami perluasan menjadi Rp28 triliun.
Airlangga menyatakan bahwa pemerintah juga mendorong transformasi ekonomi pasca COVID-19, salah satunya melalui utilisasi industri dengan target di atas 60 persen. Pihaknya juga berencana berfokus pada perbaikan rantai pasok, kegiatan hilirisasi, dan transformasi 4.0.
"Selain itu, akselerasi infrastruktur, transformasi UMKM melalui platform digital, pemanfaatan energi terbarukan, dan UU Cipta Kerja," kata Airlangga.
Ke depan, strategi pemulihan ekonomi, menurut dia, akan didorong melalui sektor makanan dan minuman, tekstil, automotif, kimia, elektronik, farmasi, dan alat kesehatan.
"Ini juga didorong untuk melakukan subsitusi impor dan peningkatan hilirisasi, sehingga masyarakat atau petani mendapatkan nilai tukar yang lebih baik," katanya.