Ekonom: UU Cipta Kerja Bisa Lindungi Lahan dan Sejahterakan Petani

Ilustrasi petani.
Sumber :

VIVA – Disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dinilai tetap memprioritaskan perlindungan lahan pertanian. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara. 

Mentan Blacklist 4 Perusahaan Pengedar Pupuk Palsu, Rugikan PetaniRp3,23 Triliun

Menurutnya, meski semangat utama omnibus law itu adalah penciptaan lapangan kerja, namun jika aktivitas itu harus mengubah peruntukan lahan pertanian, maka pemerintah wajib menggantinya. 

"Demi kepentingan terbukanya lapangan pekerjaan, alih fungsi lahan pertanian itu mungkin saja terjadi. Tapi pemerintah tetap diikat oleh aturan, bahwa (pemerintah) bertanggung jawab pada produksi pangan dalam negeri," kata Surya Vandiantara, Kamis, 29 Oktober 2020.

Ketua OJK Minta Penghapusan Utang Macet Petani hingga Nelayan Segera Dijalankan

Baca juga: Tertangkap Warga, Ini Pengakuan Nyeleneh Begal Payudara di Depok

"Secara tidak langsung itu mewajibkan pemerintah harus membuka lahan pertanian baru untuk mengganti lahan yang sudah dialihfungsikan tadi," lanjutnya. 

Pendapatan Brigade Swasembada Pangan Bisa Lebih dari Rp 10 Juta Per Bulan, Begini Perhitungannya

Ketentuan tersebut tertuang dalam pasal 31 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 19 UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Dan, pasal 124 UU Cipta Kerja yang mengubah pasal 44 UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Dengan cara seperti itu, menurut Surya, maka penciptaan lapangan kerja dan perlindungan lahan pertanian dapat berjalan beriringan. Meskipun, harusnya pemerintah juga membuat masterplan antara mana kawasan pertanian dan mana kawasan industri.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga dinilai berdampak positif pada kesejahteraan petani. Pasalnya, pemerintah diwajibkan untuk memprioritaskan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, baru kemudian impor pangan, untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional. 

"Jadi bukan impor yang menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi produksi dalam negeri," kata Surya. 

Kondisi itu dinilai Surya akan menjadikan petani sebagai tuan rumah di negaranya sendiri. Karena hasil produksi petani akan mendapatkan pasar yang besar dan diproteksi dari serbuan impor dari luar negeri. 

"Nah, ini artinya petani kemudian akan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, dimana Indonesia itu pasar yang besar dan akan ada jutaan orang yang mengkonsumsi produksi pertanian petani kita sendiri," lanjutnya.  

Surya juga menegaskan, pertanian tetap menjadi perhatian utama pemerintah melalui UU Cipta Kerja. Buktinya, beleid ini juga mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terwujudnya keamanan pangan. 

"Mulai dari mengutamakan produksi dalam negeri, lalu pemerintah pusat dan daerah juga wajib untuk membina dan mengawasi norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan pangan. Ini bentuk kepedulian pemerintah terhadap sektor pertanian," katanya.

Ilustrasi/Petani tembakau di Jawa Timur

Asosiasi Pedagang Kelontong Tolak Rancangan Permenkes Soal Kemasan Rokok Polos

Asosiasi Pedagang Kelontong menolak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, sebagai salah satu aturan yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kese

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024