Airlangga Jelaskan Insentif Hilirisasi Batu Bara di Omnibus Law
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa hilirisasi di industri batu bara hingga saat ini belum terjadi. Padahal produk batu bara hingga saat ini terus tertekan di perdagangan internasional.
Meski begitu, Airlangga menegaskan, pemerintah telah memasukkan dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja aturan khusus, supaya industri batu bara melakukan transformasi bisnisnya dan memberikan nilai tambah.
"Di sektor pertambangan batu bara pemerintah mendorong dilakukannya hilirisasi atau nilai tambah batu bara sebelum adanya Undang-Undang Cipta Kerja sampai hari ini hilirisasi batu bara belum terjadi," jelasnya, Selasa, 27 Oktober 2020.
Baca juga: Menolak Diantar Pulang, Pemandu Karaoke Babak Belur Dibogem Tamunya
Melalui undang-undang tersebut, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah telah memberikan insentif dalam bentuk royalti sebesar nol persen khusus kepada hilirisasi yang digunakan bahan baku gasifikasi batu bara.
"Ini jangan disalahartikan seluruh royalti ini dihapus untuk mereka yang tidak kerja hilirisasi. Jadi itu tidak benar, insentif ini hanya untuk gasifikasi atau hilirisasi batu bara," tutur dia.
Airlangga menganggap, percepatan nilai tambah dapat dilakukan dengan gasifikasi batu bara, pembuatan kokas, underground coal gasification, batu bara cair, hingga pembuatan briket batu bara.
"Peningkatan nilai tambah batu bara ini selain menciptakan lapangan kerja juga akan kurangi subsidi APBN dalam arti industri ini industri substitusi impor dan guna meningkatkan neraca perdagangan," ungkap Airlangga.
Menurutnya, hilirisasi penting dilakukan saat ini karena kinerja industri batu bara sangat tertekan akibat dampak COVID-19. Permintaan domestik saja hanya mencapai 141 juta ton dari target 155 juta ton.
Selain itu, harga batu bara turun dari US$66,89 dolar pada Februari menjadi US$49,42 ton pada September. Demikian pula ekspor batu bara yang targetnya mencapai 395 juta ton, per Oktober baru 58,81 persen atau 232,3 juta ton. (ase)