Budiman Sudjatmiko: Infrastruktur Maju jika Dibangun di Rezim Otoriter
- Twitter.com/@budimandjatmiko
VIVA – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko menjelaskan perbedaan dalam pembangunan masa Orde Baru saat Presiden Soeharto memimpin dengan kepemimpinan setelahnya. Menurut dia, pembangunan di zaman Orde Baru, menjadikan rakyat sebagai objek dengan pendekatan teknokratis.
"Mengeruk sumber daya alam, pendekatannya teknokratis, seolah-olah pembangunannya urusan segelintir orang pintar di Bappenas dalam comparative advantage, yaitu aku unggul membuat Indonesia unggul atas apa yang aku warisi, atas apa warisan yang aku terima, yaitu sumber daya alam yang bagus. Politiknya tentu saja diktatorial, itu pembangunan Orde Baru, dan rakyat itu objek pembangunan. Yang seperti itu bukan khas Indonesia," kata Budiman dalam webinar bertajuk 'Dari #ReformasiDiKorupsi ke #MosiTidakPercaya: Di Mana Partai Politik Kita?’, Kamis, 22 Oktober 2020.
Baca: COVID-19 Sedot Kas Negara, Jokowi Tetap Ingin Infrastruktur Dibangun
Menurut Budiman, setiap rezim otoriter pasti memiliki pekerjaan yang belum selesai, terutama mengenai hak asasi. Karena setiap rezim otoriter itu biasanya maju dalam bidang pembangunan infrastruktur, tetapi tidak begitu jika berbicara mengenai kebebasan dan hak asasi.
"Di mana-mana infrastruktur maju itu kalau dibangun di rezim otoriter. Jerman maju [di era pemerintahan] Otto von Bismarck. Korea Selatan juga di era park Chung Hee. Nah, masalahnya 32 tahun Orde Baru, dengan lamanya berkuasa, hasil pembangunan infrastrukturnya tidak proporsional dan seimbang dengan bayaran yang harus kita bayar, terutama tentang demokrasi dan hak asasi," katanya.
Mencontoh negara seperti Korea Selatan yang pernah mengalami era otoriter, pemimpin yang diktator mampu menyelesaikan infrastruktur dengan sangat baik sehingga pemimpin selanjutnya di era demokratis sipil tinggal melanjutkan pembangunan lainnya.
"Karena infrastruktur sudah diselesaikan oleh rezim otoriter, era sipil demokratis tinggal fokus satu: menjaga pertumbuhan, membangun ekonomi kreatif, dan menjaga APBN untuk program-program sosial dan menjaga pertumbuhan tetap ada," ujarnya.
Karena pekerjaan Orde Baru yang tidak selesai itulah menjadi tugas yang perlu diemban oleh pemimpin sekarang. Sejak Soeharto lengser dan digantikan oleh Habibie, banyak pekerjaan yang masih harus ditanggung sampai sekarang.
"Saya tidak mengatakan hanya Pak Jokowi saja; juga pada zaman Pak Habibie, Gus Dur—keduanya fokusnya masih merawat kebebasan, wajar tahun-tahun pertama setelah reformasi," kata Budiman.
Kemudian pada saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden, mulai membangun kembali infrastruktur, sambil membangun kesejahteraan melalui berbagai kebijakan. Namun Megawati tak lama memimpin, yang kemudian dilanjutkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
"Pak SBY mencoba masuk di wilayah zero enemy: mengakomodasi semua karena pada saat mulai Pak Habibie, Gus Dur, Bu Mega, itu masih menyisakan infrastruktur tetapi juga menyelesaikan konflik politik lama. Pak SBY fokusnya merangkul semua. Pada zaman Pak Jokowi di era sipil demokrasi sekarang terpaksa harus menjalankan PR-nya Orde Baru sambil menjalankan program-program sosial. Ini yang saat ini terjadi," ujarnya.
Artikel berita ini telah dikoreksi pada pukul 13.00 WIB, Jumat, 23 Oktober 2020. Ada kesalahan kutipan pada naskah awal, di paragraf keempat, yang menyebut "Jerman maju [di era Kekhalifahan] Ottoman", sementara yang disampaikan oleh narasumber, Budiman Sudjatmiko, ialah "Otto von Bismarck".
Kutipan yang keliru itu sudah dikoreksi dengan kutipan yang benar, yakni "Jerman maju [di era pemerintahan] Otto von Bismarck".
(ase)