Dahlan Iskan Ingatkan Jokowi soal Menyimpan Bara Panas
- Kemeneg BUMN
VIVA – Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan menyebut meredanya demo anti UU Cipta Kerja dalam dua atau tiga hari belakangan ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar kuat secara politik.
Tapi, lanjut dia, tidak akan ada artinya kalau Presiden Jokowi belum pernah bisa menunjukkan kekuatannya di sektor ekonomi. Dahlan pun mengingatkan Presiden Jokowi bahwa kekuatan politiknya itu bisa jadi seperti menyimpan bara panas.
"Kekuatannya di politik ini bisa jadi hanya menyimpan bara yang panas di bawah permukaan," ujar Dahlan dikutip dari blog pribadinya di Disway.id berjudul, UU SSW (Set set, wuet), Jumat 16 Oktober 2020.
Baca juga: Kepala BKPM Sebut Lapangan Kerja Akan Hadir Seiring Masuknya Investasi
Dahlan menyebut, bara itu bisa dipadamkan atau bahkan tidak bisa. Setidaknya, dia menguraikan, ada dua cara menyiram bara itu agar padam.
Pertama, adalah kesungguhan pemerintah dalam mempermudah semua jenis usaha termasuk UMKM.
"UU Cipta Kerja ini bisa jadi hanya ‘monumen mati’ jika pelaksanaan di lapangannya jauh panggang dari api. Kita sudah biasa melihat banyaknya peraturan yang baik, tapi tidak begitu praktiknya," kata dia.
Kedua, adalah jika pertumbuhan ekonomi benar-benar meroket. "Kalau ekonomi ternyata biasa-biasa saja, bara itu akan kian panas," kata Dahlan.
Dahlan pun mengomentari cepatnya pembuatan UU Cipta Kerja ini yang mengagumkan. Cara meredam penentang UU ini pun menunjukkan nyali yang tinggi dari sisi pemerintah.
Tapi, lanjut dia, semua itu hanya akan menjadi cela kalau ternyata pemerintah tidak bisa menundukkan birokrasinya sendiri.
Investor dari Tiongkok
Di sisi investasi, Dahlan mengaku sulit menebak, investor dari mana yang akan didapat oleh pemerintah. Apalagi, pemerintah pun menargetkan investasi sebesar 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Maka satu-satunya sumber yang saya lihat hanya Tiongkok. Negara itulah yang secara nyata punya dana lebih. Apalagi kalau Tiongkok akan terus mengurangi tabungannya di Amerika, untuk dialihkan ke negara lain," kata dia.
Untuk investor dari Arab Saudi, Dahlan menilai tidak banyak jalur logis yang bisa menampung investasi itu. Saudi dinilai lebih tertarik menanamkan uangnya di Amerika.
Dahlan mencontohkan, Saudi pernah membatalkan investasi kilang di Indonesia dengan mudah. Lalu di mana logika Tiongkok mau menanamkan investasi di Indonesia?
"Salah satu yang bisa masuk logika adalah di neraca perdagangan. Tiongkok selalu surplus ketika berdagang dengan Indonesia. Angka surplus itu yang bisa kita harapkan sebagai sumber investasi Tiongok di Indonesia," tutur Dahlan.
"Hubungan Indonesia-Tiongkok adalah suatu keniscayaan. Kecuali ketika Prabowo yang ke Amerika minggu ini bisa pulang dengan tiba-tiba membawa Donald Trump ke Indonesia," tambah Dahlan.