BI: Likuiditas Perbankan Melimpah, Jumlah Uang Beredar Rp667 Triliun

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Bank Indonesia (BI) menegaskan likuiditas perbankan saat ini melimpah atau berlebih. Kondisi itu tidak terlepas dari kebijakan moneter BI yang meningkatkan jumlah uang beredar atau dikenal quantitative easing.

Tenggelam atau Selamat? Pahami Analisis Likuiditas untuk Bisnis Anda Sekarang!

Baca Juga: Ekonomi RI Kembali Melandai Usai Kebijakan PSBB Ketat Longgar

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, hingga 9 Oktober 2020, BI telah menambah likuiditas di perbankan sekitar Rp667,6 triliun. Naik dari catatan 15 September 2020 sekitar Rp662,1 triliun.

BCA Sebut Likuiditas Memadai saat Suku Bunga BI dan The Fed Kompak Turun

"Likuiditas itu melimpah, lebih, antara lain dengan quantitative easing BI dalam jumlah besar Rp667,6 triliun itu sehingga likuiditas perbankan berlebih," kata Perry, Selasa 13 Oktober 2020.

Pelonggaran likuditas itu dikatakannya terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter yang teah mencapai sekitar Rp496,8 triliun.

BI dan The Fed Kompak Pangkas Suku Bunga Acuan, Gimana Likuiditas Perbankan?

Longgarnya likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,23 persen pada September 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29 persen.

Selain itu, menurutnya, Kebijakan pelonggaran likuiditas dan penurunan suku bunga acuan telah mendorong penurunan suku bunga deposito dan kredit di perbankan.

"Suku bunga deposito dan kredit pada September 2020 dari 5,49 persen dan 9,92 persen pada Agustus 2020 menjadi 5,18 persen dan 9,88 persen," tegas Perry.

Selain itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun turun dari 6,93 persen pada akhir September 2020 menjadi 6,87 persen per 12 Oktober 2020. (ren)

Direktur Utama BRI, Sunarso

Donald Trump Menang Pilpres AS, Perbankan Nasional Waspadai Likuiditas Domestik dan Global Makin Tertekan

Bos BRI Sunarso mengungkapkan dua skenario terburuk dampak dari kepemimpinan AS oleh Donald Trump tahun depan.

img_title
VIVA.co.id
13 November 2024