Kadin Luruskan Polemik soal Outsourcing hingga Status Karyawan Kontrak

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan Anton J. Supit.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menjelaskan informasi simpang siur mengenai Omnibus Law Cipta Kerja. Khususnya terkait klaster ketenagakerjaan khususnya soal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), atau karyawan kontrak.

Menteri Rosan Pastikan Gerak Cepat Realisasikan Komitmen Investasi US$8,5 Miliar dari 10 Perusahaan Inggris

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Kadin, Anton J Supit, mengatakan, salah satu disinformasi adalah terkait PKWT. Sebab, pada waktu dibahas hingga aturan ini disahkan dituding laiknya perbudakan seumur hidup. Faktanya, aturan itu masih mengacu pada UU eksisting atau yang lama.

"Sebenarnya sudah diatur yang boleh itu cuma lima jenis pekerjaan yang sifatnya sementara semua. Jadi kalau saya masuk ke pekerjaan yang sifatnya tetap dan saya ambil PKWT, otomatis batal demi hukum. Itu jelas tercantum dalam draf awal juga sudah ada," kata Anton saat diskusi mingguan di Jakarta, Minggu 10 Oktober 2020.

Indonesia Investment Forum London, Ketum Kadin Anindya Bakrie Beberkan Strategi RI Kembangkan Green Financing

Baca jugaBuruh: Masalah Selesai jika Naskah Final Omnibus Law Dibuka

Anton juga menyoroti polemik mengenai sistem kerja alih daya atau outsourcing. Malah di aturan baru, kata dia, mewajibkan perusahaan penyedia alih daya memperlakukan penerima kerja dengan status pekerja nonalih daya di perusahaan. Hal ini menyangkut pesangon, iuran BPJS dan sebagainya.

Indonesian Trade Chamber Secures Green Energy and Housing Financing Potential from LSEG

"Demikian juga mengenai klarifikasi orang sering rancu antara PHK dan pesangon," kata Anton yang juga menjadi anggota Satgas Omnibus Law.

"Yang boleh PHK antara lain perusahaan yang bangkrut. Tetapi tidak menghilangkan kewajiban. Oleh karena itu, kalau dia bangkrut lantas masuk ke proses selanjutnya, buruh itu menjadi prioritas, kalau ndak salah kedua setelah pajak," tuturnya.

Menurut Anton, polemik lain di masyarakat mengenai upah jam kerja. Bagi dia, aturan di UU Cipta Kerja tidak ada perubahan soal jam kerja dan upah minimum. 

Hanya saja, ia menegaskan, kenaikan upah tiap tahunnya perlu disesuaikan dengan sejumlah syarat.

"Yang ada sekarang tidak turun. Yang diatur adalah cara menghitung kenaikan yaitu pertumbuhan daerah atau inflasi. Jadi sebenarnya saya lebih setuju secepatnya sosialisasi dan akses. Dan kita pegang satu standar," kata dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya