Perlu Tahu, Begini Cara agar Brand Tetap Eksis di Era New Normal

Ilustrasi strategi branding.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Pandemi Virus Corona membuat banyak perusahan atau brand yang melakukan migrasi layananya ke platform digital. Hal tersebut terbukti dari dat Bank Indonesia yang mencatatkan peningkatan transaksi Uang Elektronik (UE) hingga 64,48 persen, serta transaksi digital banking mencapai 37,35 persen pada April lalu.

Fakta tersebut juga menunjukkan prilaku konsumen di pasar RI pun berubah. Dari yang sebelumnya lebih memilih melakukan transaksi atau pembelian secara offline, kini lebih memilih melakukannya dengan cara online.

Riset Berlin Cameron yang dikutip oleh Campaign Asia mengungkapkan, 36 persen generasi milenial merasa bahwa brand perlu terus berkomunikasi dengan audiensnya di dalam masa ini. Sehingga transaksi barang atau layanan yang dilakukan bisa berjalan dengan lancar.

Baca juga: Mengenal Apa Itu UU Sapu Jagat Omnibus Law

Melihat kondisi masyarakat saat in, Country Manager Infobip Jakarta Nofita Sari mengatakan, sudah sewajarnya bagi para pelaku bisnis dan brand untuk memberikan perhatian penuh kepada pelanggan mereka dan memberi mereka pengalaman berkualitas baik. 

"Perkembangan teknologi digital yang pesat telah memungkinkan perusahaan dan brand untuk memahami pelanggan mereka lebih dalam, sehingga dapat memberikan solusi yang sesuai dan menjawab kekhawatiran pelanggan mereka serta sejalan dengan apa yang mereka cari," ujar Nofita dikutip dari analisanya, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Di masa lalu dia mengungkapkan, perusahaan dan brand seringkali membiarkan pelanggan memberikan jawaban tentang bagaimana mereka ingin dilayani. Mereka akan bertanya, 'Kapan produk saya akan dikirim? Bagaimana cara menggunakan poin loyalitas saya ?'.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut lanjutnya, perusahaan membutuhkan pendekatan omnichannel atau multisaluran. Dengan pendekatan itu, pelanggan bisa menggunakan lebih dari satu channel penjualan yang diberikan sebuah brand atau perusahaan. 

Seperti misalnya, toko fisik, e-Commerce, m-Commerce, social-Commerce, dan lain lain. Hal itu dilakukan untuk melakukan riset, membeli, mendapatkan dan mengembalikan atau menukar barang dari peritel, terlepas dari channel penjualan yang digunakan.

Studi penelitian yang dilakukan oleh Kantar Indonesia pada April 2020 menemukan bahwa interaksi sosial mulai bermigrasi secara online, ditandai dengan meningkatnya penggunaan platform sosial seperti WhatsApp (76 persen). Bisa dikatakan, SMS, chatbot, aplikasi chat, dan media sosial semuanya memainkan peran penting dalam memahami dan berkomunikasi dengan konsumen.

Menurutnya, banyak perusahaan telah mencoba untuk memulai hubungan yang lebih dalam dengan konsumen melalui saluran ini sejak lockdown diberlakukan. Namun karena penggunaan perusahaan yang belum maksimal, hal itu justru mengakibatkan interaksi yang tidak akurat karena percakapan satu sisi. 

Dia mencontohkan, hal ini dapat dilihat pada kebanyakan pesan layanan pelanggan yang sebatas menawarkan produknya saja. Tanpa memahami terlebih dahulu kondisi dan kebutuhan pelanggannya di tengah situasi pandemi. 

"Kondisi ini membuat pelanggan kesal karena mereka merasa kurang memahami waktu dan menciptakan persepsi buruk terhadap perusahaan atau brand," tambahnya.

Dia mengatakan, agar perusahaan lebih memahami kebutuhan pelanggannya, interaksi brand harus berempati dan berfokus pada pelanggan. Perusahaan harus berusaha untuk lebih mengenal pelanggannya.

"Di sini, memanfaatkan platform berbasis cloud seperti Moments, produk Pusat Keterlibatan Pelanggan Infobip," ungkapnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, melalui data yang komprehensif, dapat diakses di satu platform, brand dan perusahaan dapat dengan mudah mengintegrasikan dan membuat solusi yang secara langsung menjawab pertanyaan dan kebutuhan pelanggan. Ini juga memungkinkan interaksi yang lebih harmonis dan personal.

Sejalan dengan personalisasi interaksi pelanggan, perusahaan juga harus melihat jalur komunikasi apa yang lebih disukai oleh pelanggan mereka. Relevan berarti mengetahui cara berkomunikasi dalam konteks bahasa, waktu, dan platform sesuai pilihan pelanggan.

Dengan otomatisasi digital yang cepat dan intuitif, ketersediaan informasi menjadi berlimpah dan dapat menjadi sulit untuk dikelola oleh bisnis. Sehingga menyulitkan bisnis untuk mengelola informasi demi memprioritaskan dan mempersonalisasi pengalaman berdasarkan kebutuhan pelanggan. 

Karena itu, kata di, memiliki platform berbasis cloud sebagai dukungan teknologi backend bisnis dapat memberikan keunggulan. Hal ini dapat membuat perbedaan dalam perencanaan strategi, penjualan, dan peringkat layanan pelanggan.

Industri Kripto Bersiap Diatur OJK, Pelaku Usaha Tak Perlu Urus Ulang Perizinan

"Hadirnya teknologi ini dapat memudahkan perusahaan dalam mengelola data, lebih dekat dengan pelanggannya, dan membuat strategi komunikasi yang relevan," ungkapnya.

Nofita pun menegaskan, saat memasuki kenormalan baru atau new normal, kebiasaan orang-orang mulai berubah. Dari interaksi sosial, cara berbelanja hingga cara kita bekerja. Artinya secara tidak langsung konsumen telah perlahan bergantung pada teknologi canggih. 

Praktisi Pemasaran Ungkap Dampak Buruk Kemasan Rokok Tanpa Merek

Pelanggan ingin layanan menjadi lebih cepat, mudah, aman, dan disesuaikan dengan apa yang mereka butuhkan serta dapat diakses. Tentunya, tetap mengedepankan protokol kesehatan COVID-19 agar pandemi ini segera berakhir.

"Karena itu, merupakan keputusan brand dan perusahaan, untuk beradaptasi dan memimpin dengan inovasi teknologi yang akan terus melibatkan dan menghubungkan semua orang," tegasnya.

Alasan Pakta Konsumen Protes Rencana Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Merek
Ilustrasi Pajak

Tolak PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI Beberkan Ketidakadilan dalam Pemungutan Pajak

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menegaskan penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024