Kominfo: UU Cipta Kerja Topang 3 Hal Fundamental Komunikasi-Penyiaran
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate menjelaskan, dengan adanya Undang Undang Cipta Kerja, maka terdapat tiga hal fundamental di bidang telekomunikasi dan penyiaran yang bisa merasakan manfaatnya.
Baca Juga:Â Gara-gara PSBB, Keyakinan Konsumen September 2020 Tertahan
Hal pertama adalah bahwa Undang Undang Cipta Kerja ini dianggap telah menembus kebuntuan regulasi pada bidang penyiaran, yang telah belasan tahun tidak terealisasi.
"Yaitu dengan terealisasinya dasar hukum migrasi penyiaran TV analog ke digital, dan kepastian tenggat waktu analog switch off atau ASO," kata Johnny dalam telekonferensi, Selasa 6 Oktober 2020.
Dengan demikian, Johnny memastikan bahwa Indonesia akan dapat segera mengejar ketertinggalan dari negara lain, dalam pemanfaatan digital dividen spectrum frequency di pita 700 Mhz.
Frekuensi itu diketahui dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan penanganan kebencanaan serta kepentingan digitalisasi nasional.
Analog switch off atau ASO juga menghilangkan potensi interferensi frekuensi radio antarnegara yang berbatasan, atau di wilayah perbatasan. Khususnya di antara negara-negara ASEAN, yang telah sepakat untuk seluruhnya migrasi siaran TV analog ke digital. Karena seperti diketahui, saat ini Indonesia sangat tertinggal dari negara-negara lain di bidang siaran TV digital.
"Hampir 90 persen negara di dunia telah menghentikan siaran TV analog yang sangat boros pita frekuensi radio, energi, dan tampilan serta fiturnya yang kurang optimal," ujarnya.
Yang kedua, pembahasan dan pemikiran terkait migrasi TV analog ini telah berlangsung sejak tahun 2004. Pembentukan tim nasional migrasi TV digital dan standar digital video broadcasting teresterial atau (DVBT) juga telah dilakukan pada 2007.
Namun, lanjut Johnny, upaya itu terus kandas karena gagalnya keadilan legislasi berupa undang-undang di bidang penyiaran. Padahal, kesepakatan internasional untuk dilakukan analog switch off sudah sangat lama berlangsung.
Sementara itu, yang ketiga, UU Cipta Kerja ini dianggap dapat memberikan dasar hukum dalam rangka mendukung percepatan transformasi digital dan mencegah inefisiensi pemanfaatan sumber daya terbatas, seperti misalnya spektrum frekuensi dan juga infrastruktur pasifnya.
Fakta bahwa infrastruktur itu dibangun oleh masing-masing pelaku industri, selain telah menyebabkan biaya tinggi juga telah berdampak pada pembangunan tata kota.
"Sehingga tampak seperti tidak ada koordinasi satu sama lain. Padahal dengan pendekatan infrastruktur bahkan frekuensi sharing, maka industri dapat melakukan efisiensi optimal," kata Johnny.
"Dengan kekuatan ini, selayaknya industri telekomunikasi dalam negeri dapat mampu bersaing dengan global player, new comer, bahkan termasuk Over The Top atau OTT," ujarnya. (art)