14 Aturan PHK di UU Cipta Kerja yang Bikin Buruh Waswas
- Dokumentasi KSPSI.
VIVA – Federasi atau serikat buruh di Indonesia menyoroti disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Senin kemarin, 5 Oktober 2020.
Sebanyak tujuh fraksi menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU yaitu PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Â
Sedangkan dua fraksi menyatakan menolak RUU ini, yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.Â
Baca:Â Tok, RUU Cipta Kerja Disahkan Jadi Undang-undang
Dalam beberapa kesempatan, buruh menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja. Mereka meminta agar tetap ada UMK tanpa syarat dan tidak menghilangkan UMSK, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup serta tidak boleh ada outsourcing seumur hidup.
Tidak hanya itu, para buruh menyerukan agar waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.
Begitu juga soal aturan pemutusan hubungan kerja atau PHK, tetap sesuai dengan isi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang tentang Ketenagakerjaan.Â
Dikutip dari beleid Pasal 154A RUU Cipta Kerja yang baru kemarin disahkan DPR, terdapat 14 aturan PHK pekerja atau buruh:
Pasal 154A
(1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:
a. perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan;
b. perusahaan melakukan efisiensi;
c. perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian;
d. perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur).
e. perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;
f. perusahaan pailit;
g. perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh;
h. pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri;
i. pekerja/buruh mangkir;
j. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
k. pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib;
l. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
m. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
n. pekerja/buruh meninggal dunia
(ase)