DPR Ungkap Peran Strategis PT Pos Dukung Ekosistem Logistik Nasional

Kegiatan operasional PT Pos Indonesia (Persero) di masa pandemi.
Sumber :

VIVA – Peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang logistik khususnya PT Pos Indonesia dinilai sangat penting dalam penataan National Logistic Ecosystem (NLE) atau Ekosistem Logistik Nasional (Ekolognas). Program digitalisasi bisnis logistik ini merupakan salah satu strategi pemerintah guna mendongkrak perekonomian. 

41 BUMN Sabet Investortrust BUMN Awards 2024, Ini Daftarnya

Karena itu, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Evita Nursanty, mengungkapkan, penataan menyeluruh logistik nasional dan dukungan perundang-undangan sangat dibutuhkan. Keberadaan PT Pos Indonesia yang mempunyai jaringan sangat luas hingga 4.800 kantor pos bisa mendukung program itu. 

"Saat ini seluruh kementerian dan lembaga serta kepala daerah bersinergi menata logistik nasional melalui National Logistic Ecosystem. Tapi kita belum melihat seperti apa posisi PT Pos Indonesia ke dalam ekosistem ini, padahal PT  Pos Indonesia punya kekuatan strategis," kata Evita dikutip dari keterangannya, Kamis 1 Oktober 2020.

Taspen Pastikan Akses Layanan Maksimal Jangkau Wilayah Terluar Indonesia, Begini Caranya

Baca jugaBPS: Tingkat Keterisian Hotel di Bali Sangat Rendah, Tertinggi Lampung

Dia menjabarkan, saat ini Pos Indonesia memiliki titik layanan (point of sales) mencapai 58.700 titik dalam bentuk kantor pos, agenpos, Mobile Postal Service, gudang, armada angkutan, dan lain-lain. Dengan demikian, kontribusinya terhadap NLE bisa lebih maksimal.

Waskita Karya Raih Kontrak Baru Rp 215 Miliar Garap Kantor Gubernur Papua Selatan

“Minimal misalnya dia (PT Pos) menjadi leading sector dalam rangka mengintegrasikan logistik untuk BUMN maupun pemerintahan. Itu saja sudah memberikan manfaat yang sangat signifikan untuk menghindari biaya tinggi karena sama-sama investasi di pergudangan, transportasi, sistem teknologi informasi, dan lain-lain,” tuturnya.

Menurut Evita, NLE memang sangat membutuhkan adanya integrasi komitmen kementerian/lembaga dan kepala daerah. Tapi, yang jauh lebih penting adalah bagaimana peran masing-masing kemudian diatur di sana dan bagaimana kepatuhan untuk mengikuti target waktu yang ditetapkan. Apalagi biaya logistik masih tergolong tinggi dibanding negara ASEAN lainnya.

”Peran yang lebih luas dari entitas bisnis logistik belum kelihatan, sehingga semua pihak menebak-nebak sendiri. Kita harapkan adanya penataan yang menyeluruh. Kita berharap pemerintah sudah memiliki solusi bagi integrasi logistik minimal untuk BUMN," kata Evita.

Dalam Ekosistem Logistik Nasional (NLE), Kementerian Keuangan RI dalam hal ini Bea Cukai sebagai sektor terdepan. Sebenarnya, menurut Evita, tidak masalah, karena mungkin cara pandang logistik adalah dari titik datang dan keluar barang. 

Namun, intinya adalah bagaimana menciptakan efisiensi biaya dan waktu bagi para pengguna, serta bagaimana mengatur keterlibatan para stakeholder yang ada.

Sebagai informasi, NLE adalah ekosistem logistik yang menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional. Fasilitas itu mengatur sejak kedatangan sarana pengangkut hingga barang tiba di gudang. 

Program ini berorientasi pada kerja sama antar-instansi pemerintah dan swasta, melalui pertukaran data, simplifikasi proses. Penghapusan repetisi dan duplikasi, serta didukung oleh sistem teknologi informasi yang mencakup seluruh proses logistik terkait dan menghubungkan sistem-sistem logistik yang telah ada.

Menurut Evita, karena sangat luasnya bidang yang ditangani, dan banyaknya sektor yang terlibat, maka dibutuhkan payung hukum yang lebih kuat. Tidak lagi sekadar perpres atau inpres tapi semacam UU Sistem Logistik Nasional.

“Saya sepakat jika logistik ini diatur dalam undang-undang tersendiri, mungkin sebagai payung dari undang-undang yang ada. Ini urusan yang sangat besar, dan kunci dari upaya peningkatan investasi, dan daya saing ekonomi, apalagi Perpres No. 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sislognas sudah tidak uptodate lagi dengan perkembangan baru yang sangat cepat,” ujar Evita.

Apalagi selama ini, terdapat sejumlah peraturan yang mengatur logistik seperti Perpres No26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), dan Perpres No. 48/2014 tentang Perubahan Perpres No. 32/2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dan Perpres No. 74/2017 tentang Road Map e-Commerce 2017-2019.

Hal ini disebut karena ada kesamaan urgensi terkait peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan Indonesia National Single Window (INSW) dalam Sislognas berperan sebagai penyedia e-Logistik Nasional (e-Lognas).

Belum lagi kaitannya dengan UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU No. 17/2008 tentang Pelayaran, UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

“Jadi kita usulkan penataan logistik secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong,” ujar Evita. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya