Pandemi COVID-19 Ubah Kultur Masyarakat Bertransportasi Publik 

Ratusan calon penumpang KRL Commuter Line antre ke pintu masuk Stasiun Bogor
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

VIVA – Adanya pandemi COVID-19 membuat sejumlah aturan dalam bertransportasi publik menjadi lebih ketat, khususnya dalam menerapkan protokol kesehatan. Hal itupun menjadi salah satu faktor yang membuat adanya perubahan kultur masyarakat dalam bertransportasi publik.

Bertemu Prabowo, GAVI Janji akan Perkuat Kerja Vaksin dengan Indonesia

Baca Juga: Pelaku Vandalisme di Musala Tangerang Ternyata Mahasiswa

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Polana B. Pramesti, mengatakan bahwa perubahan kultur bertransportasi publik benar terjadi sehingga ini mendorong adanya perubahan kultur di masyarakat.

Prabowo Sebut Indonesia Bakal Jadi Anggota GAVI, Kucurkan Dana Rp 475 Miliar Lebih

Menurut Polana, situasi perubahan tersebut terjadi karena adanya partisipasi semua pihak tidak terkecuali kesadaran dari para pengguna transportasi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dalam melaksanakan protokol kesehatan. 

“Tentunya Pemerintah berterima kasih atas partisipasi dan kesadaran yang semakin meningkat di kalangan pengguna transportasi,“ jelas Polana dalam webinar “Langkah Sehat' di Masa Pandemi COVID-19”, dikutip Rabu 30 September 2020.

PM Singapura Positif Covid-19 Setelah Kunker ke Beberapa Negara

Polana menuturkan, kerja keras yang dilakukan oleh Pemerintah dalam menyusun regulasi dan menerapkan protokol kesehatan di sektor transportasi bersama operator dan stakeholder lainnya pada akhirnya membuahkan hasil meski proses yang dilalui tidak mudah.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah akan terus menyikapi kondisi ini dengan berbagai langkah yang diharapkan mendorong perubahan-perubahan positif yang lain. Misalnya tentang implementasi kebijakan transportasi ramah lingkungan dengan mendorong peningkatan penggunaan Non Motorized Transportation (NMT). 

Non Motorized Transportation di manapun di dunia ini sebenarnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari urban transport, hanya saja di Indonesia khususnya di Jabodetabek belum terlalu memasyarakat,“ kata Polana. 

Selain itu, lanjut Polana, kondisi saat ini lebih memberikan peluang untuk mendorong jalan kaki dan bersepeda menjadi pilihan masyarakat bertransportasi untuk jarak-jarak yang terjangkau dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. 

”Pemanfaatan Non Motorized Transportation juga dapat dilakukan pada tahapan first mile maupun last mile saat menggunakan angkutan umum massal,” tutur Polana.

Bahkan bagi para pengguna sepeda, saat ini BPTJ tengah menyiapkan fasilitas bagasi gratis bagi pengguna Jabodetabek Residence Connexion ( JR Connexion ) yang membawa sepeda lipat.

“Dengan rencana tersebut, pengguna bus yang tinggal di kawasan Jabodetabek dapat membawa sepeda untuk digunakan pada tahapan first mile dan last mile setelah menggunakan angkutan umum massal,” jelas Polana.

E-Ticketing

Selain itu, Polana mengungkapkan pandemi COVID-19 juga menjadi momentum BPTJ untuk melakukan berbagai pembenahan terkait layanan dengan  memanfaatkan teknologi untuk menghadirkan layanan transportasi publik yang lebih sehat dan efisien. 

“Contohnya melalui peluncuran layanan e-ticketing di Terminal Tipe A Jatijajar Depok dan aplikasi Lacak Trans oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia,” ujar Polana. 

Menurut Polana, saat ini jumlah penumpang angkutan umum mengalami penurunan dibandingkan pada kondisi normal. Momen ini menjadi kesempatan untuk melakukan pembenahan melalui penerapan layanan e-ticketing. 

Sementara itu, Pengamat Transportasi Yayat Supriatna mengatakan adanya Pandemi COVID-19 telah membuat masyarakat lebih teratur dalam hal antrean, disiplin penggunaan masker, tidak mengobrol saat berada di bus atau KRL, serta jaga jarak saat di transportasi publik.

Dengan demikian, ia menilai sebenarnya jika operator transportasi dikelola dengan baik serta mendapat arahan yang jelas, ternyata bisa mendorong perubahan. “Artinya, pandemi telah mendorong struktur yang membangun atau mengubah kultur,“ ujar Yayat. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya