Anggota Komisi III DPR Minta UMKM Digratiskan Urus Sertifikat Halal
- Official MIHAS
VIVA – Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf meminta pemerintah untuk membebaskan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dari pengenaan tarif sertifikasi halal terhadap produk halal. Saat ini, sertifikasi diajukan UMKM ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Menurutnya, keberadaan UMKM telah memberikan andil besar dalam menopang perekonomian negara. Kontribusi UMKM terhadap serapan tenaga kerja, dia mengatakan, mencapai 93 persen, kendati nilai investasinya hanya 51 persen.
“Selain itu, sumbangsih mereka terhadap PDB mencapai 61 persen. Artinya, perlu ada balas jasa dari negara yang sepadan terhadap mereka, khususnya di masa sulit ini, supaya mereka bisa tetap survive dan roda ekonomi bisa tetap berputar," kata Bukhori kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 29 September 2020.
Baca juga:Â Bank Dunia Ingatkan RI Soal Kesenjangan Pemulihan Ekonomi COVID-19
Politikus PKS ini juga mengimbau supaya Kementerian Keuangan, dalam rangka penyusunan tarif sertifikasi, tidak berpatokan pada UU yang akan datang atau Omnibus Law RUU Ciptaker. Sebab, masih ada UU yang masih berlaku, yakni UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang masih bisa dijadikan rujukan.Â
"Sesungguhnya, ketika Omnibus Law RUU Cipta Kerja nanti jadi ditetapkan, masih ada sekitar 500 Peraturan Pemerintah yang menjadi turunannya, dan itu tidak sebentar. Karena itu, segera declare saja dibebaskan (sertifikasi halal), lagi pula nilainya tidak besar," ujarnya.Â
Bukhori menambahkan, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk sertifikasi halal sebanyak 3,7 juta Usaha Mikro Kecil yang tercatat di data Kemenkeu, setidaknya membutuhkan anggaran senilai Rp12,5 triliun. Sedangkan, biaya yang dibutuhkan oleh seorang pelaku usaha mikro kecil untuk kebutuhan sertifikasi tersebut sebesar Rp3,4 juta.
Lebih lanjut, politikus PKS ini juga mempertanyakan desain besar Omnibus Law bagi UMKM, khususnya terkait prosedur mekanisme self declare. Prosedur itu dinilai rancu sehingga berpotensi membawa kekhawatiran bagi masyarakat terkait jaminan kehalalan sebuah produk.Â
"Jika mengacu pada flowchart BPJPH, yakni pendaftar/pengusaha mendaftar kemudian diajukan oleh BPJPH. Apabila syarat administrasinya terpenuhi, maka diberikan sertifikat halal. Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana memastikan produk tersebut halal atau tidak?" ujar Bukhori
Bukhori menambahkan, apabila untuk melakukan perpanjangan sertifikat halal hanya perlu memenuhi persyaratan administratif, misalnya cukup suatu perusahaan menyatakan tidak mengubah komposisi bahan. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa yang bisa menjamin perusahaan tersebut memberikan keterangan benar dengan praktik di lapangan.
"Karena itu, prosedur self declare ini perlu disempurnakan melalui mekanisme yang lebih rasional supaya memastikan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini terjamin haknya untuk mengkonsumsi produk halal," ujarnya.