Resesi di Depan Mata, Menristek: Tinggal Tunggu Pengumuman BPS

Menristek Bambang PS Brodjonegoro.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.

VIVA – Indonesia dipastikan resmi resesi pada tahun ini, tepatnya mulai akhir September 2020. Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan perkiraan ekonomi kuartal III-2020 akan berada di kisaran -1,0 persen hingga -2,9 persen.

Dharma Pongrekun Sebut Indonesia Bakal Hadapi Resesi Super Berat di 2025-2030

Resesi teknikal terjadi jika ekonomi Indonesia dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi atau tumbuh negatif. Pada kuartal II-2020, Badan Pusat Statistik telah mengumumkan ekonomi Indonesia sudah terkontraksi hingga -5,32 persen.

Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengamini bahwa Indonesia memang pasti resesi akibat dampak Pandemi COVID-19. Resesi tinggal menunggu pengumuman BPS.

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

"Kita sudah mengalami disrupsi dalam perekonomian kita dengan tingkat cukup signifikan, karena kita bisa melihat dengan potensi resesi yang kita tinggal tunggu pengumuman BPS mengenai kinerja perekonomian kuartal III," katanya dalam webinar, Rabu, 23 September 2020.

Baca juga: Bicara Pandemi di Sidang PBB, Jokowi: No One is Safe Until Everyone is

Jokowi Ungkap Tantangan yang Dihadapi Indonesia di Tengah Ancaman Global

Bambang menilai wajar kondisi itu terjadi, sebab pandemi COVID-19 telah mengganggu aktivitas ekonomi tradisional, yakni ketika proses transaksi barang atau jasa secara langsung terhenti karena ketakutan masyarakat untuk berinteraksi secara fisik.

"Simpel karena kegiatan ekonomi yang konvensional terganggu akibatnya kegiatan jual beli terkoreksi turun dalam. Berujung pada turunnya daya beli karena masyarakat dan pelaku usaha banyak yang kehilangan pendapatan," tegas mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 itu.

Dia pun meyakini, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat tidak akan lagi sama seperti sebelum adanya Pandemi COVID-19 ke depannya. Sebab hingga saat ini saja angka penyebaran wabah harian dikatakannya terus mengalami kenaikan begitu juga angka kematiannya.

"Harapan untuk back to the past memakan waktu lama karena wabah yang dampaknya masih tinggi penambahan hariannya dan sekarang sudah 4000-an orang dan juga tentunya tingkat kematian akibat covid ini juga ada tendensi lebih tinggi," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Bambang menekankan tidak ada cara lain bagi masyarakat supaya tetap bisa beraktivitas adalah dengan mematuhi dan disiplin menerapkan protokol kesehatan sambil semakin memanfaatkan peranan teknologi informasi yang terus dikembangkan.

"Sampai vaksin yang benar-benar cocok ditemukan dan yang jadi obat resmi COVID dihasilkan, sampai itu terjadi mau tidak mau kita harus disiplin ikut protokol kesehatan jadi istilah back to the past kita ganti dengan back to the future," tutur Bambang. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya