Pandemi COVID-19: Ekonomi di Indonesia Dinilai Dibuka Terlalu Cepat
- abc
Ada kekhawatiran jika Indonesia kemudian akan butuh waktu lama untuk dapat mengendalikan pandemi dan memulihkan ekonomi akibat banyak kebijakan yang saling berseberangan menurut epidemiolog Dr Windhu.
"Antara kata-kata dan kebijakan nggak sejalan. Pemerintah memang mengatakan mendahulukan kesehatan, tapi kita lihat kebijakannya enggak berbasis pada kesehatan publik," jelas Dr Windhu.
Salah satu contohnya adalah kebijakan Satuan Tugas COVID-19 yang memperbolehkan konser musik atau rencana pembukaan bioskop di tengah pandemi.
"Saya menyerah" Para pekerja informil di Indonesia merupakan kelompok masyarakat yang paling terdampak akibat pandemi COVID-19 dengan kehilangan pendapatan mereka. (Reuters: Ajeng Dinar Ulfiana)
Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sebesar Rp695,2 triliun untuk biaya penanganan COVID-19 pada bulan Agustus kemarin.
Dari jumlah tersebut anggaran sebesar Rp87,55 triliun dialokasi untuk bidang kesehatan dan sisanya, yakni lebih dari Rp600 triliun untuk program pemulihan ekonomi.
Para pakar ekonomi mengatakan selain anggaran tersebut kurang maksimal untuk kesehatan dan perlindungan sosial, ada pula masalah dalam menyalurkannya.
Andri mengatakan bantuan bantuan sosial seringkali tidak tepat sasaran karena penetapan siapa yang menerima masih didasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di tahun 2015.
"Karena ada masalah dengan pendistribusiannya, maka pekerja di sektor informal tidak bisa terjaring. Sehingga masyarakat terpaksa untuk melakukan aktivitas ekonomi yang sebenarnya tidak diperbolehkan [saat pandemi]," jelas Andri.