Pandemi COVID-19: Ekonomi di Indonesia Dinilai Dibuka Terlalu Cepat
- abc
Epidemiolog dari Universitas Airlangga di Surabaya, Dr Windhu Purnomo menilai kebijakan yang mengedepankan kesehatan adalah yang tepat, meski PSBB kedua di Jakarta dinilainya sebagai sebuah "hasil kompromi".
"Setelah dikritik oleh Komite Kebijakan Airlangga Hartarto, konsepnya dikompromikan dan hasilnya bukan PSBB total, tapi PSBB yang penuh pelonggaran," ujarnya kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.
"Contohnya di konsep awal hanya ada 11 jenis aktivitas esensial yang boleh berjalan, sekarang di luar aktivitas [tersebut] pun masih bisa."
"Membuka keran ekonomi terlalu cepat" Sejumlah pengamat menilai Pemerintah Indonesia seharusnya tetap fokus pada penanganan kesehatan saat pandemi, bukan ekonomi. (AP: Achmad Ibrahim)
Keputusan Anies sebelumnya mendapat banyak tanggapan dari sejumlah kalangan, termasuk para menteri koordinator yang mengaitkannya dengan aktivitas ekonomi yang juga akan terbatas.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dari Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir bahkan pernah mengatakan jika Indonesia "tidak perlu lagi" menerapkan "lockdown".
"Kalau kita lockdown atau PSBB apa yang terjadi? Ekonomi tidak bergerak," ujar Abdul seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Sebaliknya, ada pula sejumlah kalangan yang memperingatkan agar Indonesia tidak terburu-buru membuka aktivitas dan kegiatan ekonomi jika pemerintah belum dapat mengontrol angka penularan.
Gubernur Anies Baswedan mengatakan pembatasan sosial kembali diberlakukan untuk menghindari rumah sakit dan sistem kesehatan melebihi kapasitasnya. (Twitter: @aniesbaswedan)