Direksi Dirombak, Bagaimana Sebenarnya Kinerja BNI?
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi merombak direksi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Hal itu ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa atau RUPSLB yang digelar Rabu lalu, 2 September 2020.
Sejumlah nama baru pun jadi petinggi di direksi BNI. Antara lain Royke Tumilaar sebagai Direktur Utama, Muhammad Iqbal sebagai Direktur Bisnis UMKM. Selain iut ada Silvano Rumantir sebagai Direktur Corporate Banking, Novita Widya Anggraini sebagai Direktur Keuangan, dan David Pirzada sebagai Direktur Manajemen Risiko. Mereka mayoritas berasal dari PT Bank Mandiri Tbk.
Menteri BUMN, Erick Thohir menyebut, perombakan ini adalah penyegaran guna memperbaiki kinerja BNI. Soliditas di jajaran direksi dan komisarisnya adalah tujuannya.
"Karena saya perlu Dirut dan Komut yang bisa kerja sama, saling bantu, dan saling mengawasi," kata Erick beberapa waktu lalu.
Baca juga: IHSG Merosot 5 Persen, Menko Airlangga: PSBB Berdampak ke Pasar Modal
Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi kinerja BNI selama ini?
Mengutip laporan keuangan BNI Semester I-2020, terjadi penurunan laba bersih sebesar 41,6 persen secara year-on-year. Penurunan ini terjadi karena dampak dari pandemi COVID-19, yang turut memengaruhi perbankan di Tanah Air secara signifikan.
Terkait kinerja penyaluran kredit, BNI ternyata masih mampu tumbuh sebesar 5 persen pada periode itu. Sementara itu, dana pihak ketiga BNI hingga semester I-2020 pun masih tumbuh dua digit sebagaimana Bank Mandiri dan BRI.
Secara umum, industri perbankan memang mengalami penurunan laba pada semester I-2020 sebesar 20,29 persen. Sedangkan, kredit tumbuh 1,49 persen dan DPK tumbuh 7,95 persen. Sehingga, data tersebut mencerminkan bahwa BNI masih mampu menjadi motor pertumbuhan perbankan.
Sementara dari sisi rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross, BNI berada pada level 3 persen. Capaian ini lebih baik dari NPL bank-bank pelat merah lain yang berkisar antara 3,13 persen hingga 4,71 persen.
Selanjutnya, loan at risk (LaR) BNI berada di level 10,8 persen, sementara Bank mandiri 22,2 persen dan BRI 28,9 persen. BNI diketahui juga telah menaikkan pencadangan sebesar Rp4,4 triliun pada enam bulan pertama di tahun 2020.
Terakhir, total rasio coverage NPL pun naik menjadi 214,1 persen, dibandingkan akhir 2019 yang hanya 133,5 persen. Angka itu masih lebih baik dibandingkan NPL coverage sejumlah bank-bank pelat merah lain, seperti misalnya Bank Mandiri yang hanya 196 persen dan BRI di 200 persen. Berdasarkan data itu, tampak bahwa kinerja BNI masih cukup baik di industri perbankan. (ren)