Tak Hanya Pertamina di Dunia yang Rugi karena COVID-19, Ini Buktinya
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Para perusahaan energi berskala dunia turut menghadapi dampak pergerakan harga minyak, maupun penurunan permintaan akibat pandemi COVID-19. Hal itu memberikan tekanan signifikan terhadap keuangan dan operasional perusahaan, tak hanya PT Pertamina.
Gubernur Indonesia untuk OPEC periode 2015-2016, Widhyawan Prawiraatmadja menjelaskan, hal tersebut dapat dilihat dari net income perusahaan-perusahaan energi sampai dengan Kuartal II-2020 yang cenderung negatif. Misalnya, Shell yang mengalami minus US$18,1 miliar dibandingkan dengan US$9 miliar pada periode yang sama di tahun 2019.
Begitu pun dengan British Petroleum yang juga minus US$21,9 miliar dibanding US$4,9 miliar di 2019, Total yang minus US$8,4 miliar dibanding US$5,9 miliar di 2019, Chevron yang minus US$4,6 miliar dibanding US$6,9 miliar di 2019, dan ENI yang minus US$8,2 miliar dibanding 1,7 miliar di 2019.
Baca juga: Pekerja Tak Dapat Subsidi Rp600 Ribu, Menteri Erick Ungkap Solusinya
"Total penurunan net income dari seluruh perusahaan tersebut mencapai minus US$90 miliar," kata Widhyawan dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 2 September 2020.
Widhyawan menjelaskan, hal yang sama juga dirasakan oleh perusahaan energi di Indonesia, yakni Pertamina. Perusahaan pelat merah itu ikut terguncang oleh triple shock yang terjadi pada Semester I 2020.
Pukulan pertama menghantam Pertamina dengan adanya penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akibat COVID-19. Disusul hantaman kedua yakni pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, hingga menyebabkan kerugian selisih kurs sebesar US$211 juta di Semester I-2020.
"Pukulan ketiga berupa penurunan harga minyak dunia karena kondisi pasar yang over supply, sehingga cukup masuk akal jika melihat kondisi keuangan (Pertamina) yang negatif pada Semester I-2020," ujar Widhyawan.
Namun, Widhyawan optimistis melihat angin segar yang dapat dilihat dalam Laporan Keuangan Pertamina. Di mana laba operasi bulan Juni 2020 sebesar US$443 juta dan EBITDA sebesar US$2,61 miliar.
Selain itu, aktivitas ekonomi dinilai juga mulai berjalan dan mendorong peningkatan konsumsi BBM dalam negeri. Jika sebelumnya diprediksi penurunan konsumsi BBM akan mencapai 20 persen, kini penurunannya menjadi hanya sekitar 12 persen.
"Pertamina perlu menjaga kondisi keuangan agar tetap dapat bertahan menyediakan energi secara berkelanjutan, untuk menopang pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak COVID-19," kata Widhyawan.