Mampukah Subsidi Gaji Rp600 Ribu Dongkrak Daya Beli Masyarakat?
- Istimewa
VIVA – Presiden Joko Widodo telah resmi menggelontorkan subsidi gaji sebesar Rp600 ribu selama empat bulan ke depan bagi para pegawai swasta bergaji di bawah Rp5 juta. Mereka adalah yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Tapi, apa bisa Bantuan Langsung Tunai (BLT) itu meningkatkan daya beli masyarakat dan menyelamatkan ekonomi Indonesia dari potensi resesi ekonomi yang sudah ada di depan mata. Sebab, ekonomi Indonesia sudah minus 5,32 persen pada kuartal II-2020.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan pada dasarnya probabilitas resesi sangat besar saat ini. Dengan artian kondisi itu tidak dapat terelakkan karena masih lemahnya indikator-indikator ekonomi.
"Ini di antaranya adalah inflasi, IKK (Indeks Keyakinan Konsumen), penjualan eceran, penjualan otomotif, kontraksi impor yang besar mengindikasikan perekonomian domestik cenderung masih lemah," katanya kepada VIVA, Rabu, 27 Agustus 2020.
Baca juga: Jokowi Ungkap Alasan Subsidi Gaji Rp600 Ribu Diberikan ke Peserta BPJS
Apalagi, katanya, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020 dalam kisaran -2 hingga 0 persen, mengindikasikan probabilitas teknikal resesi pada tahun ini cenderung meningkat.
Karenanya, pemerintah berusaha mendorong indikator-indikator tersebut, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat, misalnya pemberian BLT bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp5 juta.
Namun, insentif tersebut bisa dikatakan telat digelontorkan pemerintah, sebab daya beli masyarakat telah turun drastis.
"Dengan masih rendahnya daya beli, maka diperkirakan tingkat konsumsi masyarakat juga diperkirakan akan terkontraksi, yang kemudian akan mendorong kontraksi pada perekonomian. Oleh sebab itu, pemerintah masih berupaya semaksimal mungkin," ungkap Josua.
Meskipun teknikal resesi terjadi, dia meyakini tidak akan sampai menyebabkan krisis ekonomi. Sebab, seiring dengan selesainya masa pandemi, maka perekonomian dipastikannya dapat mulai berjalan kembali.
"Diperkirakan resesi yang terjadi ini hanya berlangsung pada 2020 akibat mulai adanya progres pengembangan vaksin disertai komitmen otoritas untuk membatasi dampak negatif pandemi terhadap konsumsi masyarakat," ungkap Josua. (ren)