Memilukan, Kisruh Manajemen Buat Pekerja Metro Mini Jadi Pemulung

Metromini di Jakarta.
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA – PT Metro Mini, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang transportasi telah berhenti beroperasi sejak 2019 lalu. Hal ini lantaran kondisi kendaraan dinilai sudah tak layak jalan. 

Pemulung Babak Belur Dihakimi Warga, Kepergok Perkosa Nenek-nenek di Ladang Jagung

Selain itu, kondisi manajemennya yang tidak sehat menyebabkan perusahaan tersebut hingga kini tak bisa bergabung dengan TransJakarta seperti perusahaan bus dalam kota lainnya.

Akibatnya para karyawan metro mini kini terlantar. Mereka terpaksa banting setir dan kerja serabutan guna memenuhi kebutuhan perut. Seperti Yana, pria berusia 63 tahun yang dulunya berprofesi sebagai kernet metromini.

Dorong Warga Beralih ke Transportasi Umum, Pramono Bakal Bangun Sistem Ride and Park Tiap 500 Meter di Jakarta

"Saya dulu nyuci mobil, terus ikut jadi kernet. Sekarang karena enggak ada kerjaan jadi pemulung barang rongsokan," kata Yana di pool bus Metro Mini, Cakung, Jakarta Timur, dikutip Minggu 9 Agustus 2020.

Saat metro mini masih beroperasi, dalam sehari ia bisa menyuci minimal lima bus dengan tarif Rp10 ribu setiap menyuci 1 bus. Selain mencuci metro mini, Yana dulunya juga merangkap sebagai seorang kernet. 

Pastikan Karyawan Jalani Prinsip Work Life Balance, Mitratel Terapkan Moves

Namun, penghasilannya anjlok sejak metro mini menghentikan operasionalnya. Sejak saat itu, ia terpaksa mencari barang rongsokan di sekitar Cakung.

"Dulu masih Alhamdulillah. Karena kan sehari bisa nyuci lima sampai 10 bus. Ada juga tambahan kalau ikutan narik. Penghasilannya sekarang enggak menentu. Dapat Rp15 ribu per minggu juga belum tentu," ucapnya.

Sementara itu, salah satu pemilik saham PT Metro Mini, Yutek Sihombing mengatakan kondisi manajemen PT Metro Mini sangat mengkhawatirkan. Beberapa permasalahan yang membelit perusahaan menyebabkan mereka tak bisa bergabung ke PT TransJakarta.

"Direktur utama perusahaan kami ini selalu bekerja sendiri tanpa melibatkan para komisaris dan pemilik saham. Termasuk melakukan RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa)," kata Yutek.

Dalam RUPSLB tersebut, direktur memutuskan untuk membentuk pengurus baru pada Januari 2020 yang disahkan oleh notaris tanpa persetujuan para komisaris dan pemegang saham. Hal itu disebut oleh Yutek melanggar ketentuan perusahaan.

"Akibatnya banyak dari kami yang sebenarnya masih memiliki saham, dihilangkan namanya, itu yang jadi pertanyaan kami," ujarnya.

Sebab, Yutek dan beberapa pemegang saham lainnya merasa tak pernah menjual atau memindahkan lembar saham ke tangan orang lain.

"Tanpa sepengetahuan kami, ada sekitar 947 dari 2.053 saham yang vakum yang dikeluarkan dan dipindahkan oleh direktur kepada orang yang bukan anggota PT Metro Mini. Sedangkan ada sekitar 500 saham milik kami yang dihapuskan," kata Yutek. 

Hal itu lah yang membuat pegawai seperti Yana terlunta-lunta lantaran ketidakjelasan manajemen dalam melakukan tata kelola perusahaan.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya